Si Raja Lontung: Tarombo dan parturuan anak Tuan Saribu Raja
Si Raja Lontung: anak Tuan Saribu Raja dan Si Boru Pareme, Generasi Ke-4 dari Si Raja Batak.

Ebatak | Ensiklopedia Batak
Pada masa kehidupan Si Raja Lontung, sistem marga belum digunakan oleh keluarga mereka. Itulah alasan mengapa Si Raja Lontung belum memiliki marga.
Kisah Raja Lontung dan Perjalanan Hidupnya
Setelah kelahiran Raja Lontung, ayahnya, Tuan Sariburaja, kembali melakukan perjalanan jauh meninggalkan hutan tempat tinggal mereka. Siboru Pareme kemudian membesarkan Raja Lontung seorang diri. Kehidupan mereka di hutan terbantu oleh persahabatan dengan binatang liar, seperti harimau dan kera, yang rutin mengantarkan makanan berupa daging buruan, madu, dan buah-buahan.
Ketika Raja Lontung menginjak usia dewasa, ibunya memberinya amanat untuk menikah dan menunjukkan ciri-ciri wanita yang harus ia cari—seorang perempuan yang secara fisik sangat mirip dengan Siboru Pareme sendiri. Raja Lontung pun berangkat ke lokasi yang ditunjukkan ibunya. Tanpa sepengetahuannya, Siboru Pareme diam-diam menyusulnya ke tempat yang sama.
Di lokasi tersebut, Raja Lontung bertemu dengan seorang wanita yang memiliki kemiripan luar biasa dengan ibunya. Tanpa mengetahui identitas sebenarnya, ia mengira wanita itu adalah calon istri yang dimaksud ibunya. Ia pun melamar wanita tersebut. Setelah pernikahan berlangsung, barulah terungkap bahwa wanita itu adalah Siboru Pareme, ibunya sendiri. Namun, penyesalan datang terlambat; pernikahan telah terjadi dan tidak dapat dibatalkan.
Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai sembilan anak, yaitu tujuh putra dan dua putri. Dalam beberapa tarombo, Situmorang disebut sebagai anak sulung dan Sinaga sebagai anak kedua. Namun, menurut cerita lisan masyarakat, Sinaga justru adalah anak pertama, sementara Situmorang anak kedua.
Ketika dewasa, Situmorang menikahi Boru Limbong, dan adik Boru Limbong kemudian dinikahi oleh Sinaga. Karena Situmorang menikahi kakak dari istri Sinaga, ia disebut haha ni parhajaan (abang ipar), sedangkan Sinaga disebut haha ni partubu (abang kandung) karena diyakini lahir lebih dulu.
Sementara itu, putri mereka yang bernama Siboru Amak Pandan menikah dengan leluhur marga Sihombing, dan Siboru Panggabean menikah dengan leluhur marga Simamora.