Tuan Saribu Raja: Parturuan anak Guru Tatea Bulan
Tuan Saribu Raja: anak Guru Tatea Bulan dan Sibasoburning, Generasi Ke-3 dari Si Raja Batak.

Source: ebatak.com
Author: Regina
Perkawinan Tuan Sariburaja dan Versi Cerita Keturunannya
Kisah perkawinan Tuan Sariburaja dengan dua perempuan, yaitu Siboru Pareme dan Nai Mangiring Laut, memiliki dua versi utama yang berbeda, terutama dalam hal siapa anak yang lebih dulu lahir—apakah Si Raja Lontung atau Si Raja Borbor.
Dalam versi pertama, diceritakan bahwa Tuan Sariburaja dan adiknya yang kembar dempit (marporhas) melanggar adat dan menjalin hubungan terlarang. Akibatnya, ia dikucilkan oleh saudara-saudaranya—Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Malau Raja—dan Siboru Pareme pun diusir ke hutan arah tenggara Sianjur Mula-mula, yang kini dikenal sebagai Sabulan. Sebelum kepergiannya, Tuan Sariburaja menyuruhnya menabur sekam (sobuon) sepanjang jalan agar ia dapat menyusulnya kelak.
Setelah menyusul ke hutan, Tuan Sariburaja dan Siboru Pareme mendirikan pondok. Suatu hari, seekor harimau datang meraung karena kesakitan akibat tulang yang terselip di giginya. Tuan Sariburaja menolong harimau tersebut, dan sejak itu harimau itu menjadi sahabatnya serta membawakan makanan hasil buruan untuk mereka. Tak lama kemudian, Siboru Pareme melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamai Si Raja Lontung.
Karena sifatnya yang suka mengembara, Tuan Sariburaja kembali melanjutkan perjalanannya. Sebelum pergi, ia meminta harimau dan seekor kera untuk menjaga dan mengantar makanan bagi Siboru Pareme dan anaknya. Ia juga meninggalkan sebuah cincin untuk diserahkan kepada Si Raja Lontung saat ia dewasa.
Di tengah pengembaraannya, Tuan Sariburaja bertemu dengan makhluk halus (homang) dan jatuh cinta pada seorang gadis cantik dari kalangan mereka bernama Nai Mangiring Laut. Ia menikahinya dan membuka permukiman baru. Dari pernikahan ini lahirlah seorang anak laki-laki bernama Si Raja Borbor.
Sementara itu, versi kedua dalam Tarombo Borbor Marsada menyebutkan bahwa Tuan Sariburaja justru lebih dulu menikahi Nai Mangiring Laut, yang disebut sebagai putri dari dewa Balabulan. Ia membawa banyak barang pusaka dari ayahnya, dan untuk menyimpannya mereka membuat rumbi batu—sebuah peti batu bundar yang hanya bisa dibuka oleh keduanya. Peti ini kemudian dikenal sebagai batu hobon, yang masih dapat ditemukan di Parik Sabungan, tak jauh dari Sianjur Mula-mula.
Dalam versi ini, ketika Nai Mangiring Laut sedang hamil tua, Siboru Pareme datang dan menggoda Tuan Sariburaja, sehingga terjadilah hubungan yang tak semestinya. Oleh karena itu, jika mengikuti urutan waktu dalam versi kedua ini, maka Si Raja Borbor diyakini lahir lebih dulu daripada Si Raja Lontung.
Seperti dijelaskan sebelumnya, Tuan Sariburaja tidak tinggal menetap di satu tempat. Setelah kedua anak laki-laki itu lahir, ia melanjutkan perjalanannya hingga ke Barus. Di sana, ia menikah lagi—kemungkinan dengan seorang gadis keturunan Tamil yang tinggal di Barus sebagai pedagang. Bahkan ada cerita yang menyebutkan bahwa ia menikah dengan seekor harimau. Dari hubungan ini lahirlah anak laki-laki yang disebut Raja Galeman atau Sibabiat.
Dari keturunan inilah muncul berbagai marga yang bermukim di daerah Pakpak dan Singkil, antara lain Angka, Bahorok, Basilan, Kian, Lambosa, Lausan, Paman, Sabar, Rangkuti, Parinduri, dan Siregar.
Kedua versi ini terus hidup dalam tradisi lisan masyarakat Batak dan diwariskan secara turun-temurun. Mana yang lebih mendekati kebenaran masih sulit dibuktikan, karena cerita ini tidak terdokumentasi secara tertulis sejak awal, melainkan hanya melalui kisah dari mulut ke mulut.
Pada masa kehidupan Tuan Saribu Raja, sistem marga belum digunakan oleh keluarga mereka. Itulah alasan mengapa Tuan Saribu Raja belum memiliki marga. Tuan Saribu Raja dikenal juga dengan nama Tuan Raja Doli.