Raja Uti: Tarombo dan parturuan anak Guru Tatea Bulan
Raja Uti: anak Guru Tatea Bulan dan Sibasoburning, Generasi Ke-3 dari Si Raja Batak.

Raja Uti dikenal memiliki kemampuan luar biasa untuk berubah wujud menjadi tujuh rupa yang berbeda, masing-masing dengan nama dan peran khusus, yaitu: Ompu Raa Pusuk Buhit, Ompu Rumaja Gumelleng-gelleng, Ompu Raja Biakbiak, Ompu Raja Parhata, Ompu Raja Hasaktian, Ompu Raja Hatorusan, dan Ompu Raja Uti. Kemampuan ini menjadikannya sosok spiritual yang sangat dihormati dalam kepercayaan Batak.
Source: ebatak.com
Author: Regina
Raja Biak-Biak atau Raja Miok-Miok
Raja Biak-Biak atau Raja Miok-Miok adalah anak sulung dari Guru Tatea Bulan. Ketika ia lahir, ada kejadian yang luar biasa: guruh menggelegar dan hujan lebat turun. Namun, setelah ia lahir, orangtuanya merasa kecewa karena tubuhnya tidak sempurna. Ia tidak memiliki tangan dan kaki, yang membuatnya tampak berbeda dari manusia biasa.
Raja Biak-Biak pun meminta agar ia dibawa oleh ibunya ke Gunung Pusuk Buhit. Ia memilih untuk tinggal di sana, berharap bisa bertemu dengan Mulajadi Nabolon. Suatu waktu, permintaan Raja Biak-Biak terkabul. Ia bertemu dengan Mulajadi Nabolon, dan dalam pertemuan itu ia memohon agar tubuhnya diberi bentuk yang sempurna. Mulajadi Nabolon mengabulkan permintaannya, dan tubuh Raja Biak-Biak pun disempurnakan. Ia diberikan tangan, kaki, bahkan ekor dan sayap, serta wajahnya yang berubah menjadi seperti moncong babi.
Dalam pertemuan itu, Mulajadi Nabolon berkata, "Walaupun bentukmu tidak seperti manusia pada umumnya, kamu adalah manusia istimewa. Kamulah yang akan menjadi Raja Hatorusan atau Raja Uti, yang tidak akan pernah tua dan tidak akan pernah mati. Kamu akan menjadi perantara antara manusia dengan saya." Setelah pertemuan tersebut, Raja Biak-Biak atau Raja Hatorusan pulang ke Sianjur Mula-Mula.
Namun, tak lama di sana, ia pergi ke Aceh, tepatnya di daerah dekat Kotacane. Di sana, karena penyebaran agama Islam, Raja Hatorusan merasa perlu pindah lagi dan akhirnya menuju daerah Barus.
Kelahiran Raja Uti
Kisah kelahiran Raja Uti juga penuh keajaiban. Ketika Guru Tatea Bulan hendak melahirkan, terjadi peristiwa aneh. Burung Patiaraja berkicau keras di dahan Pohon Beringin Tumburjati, hulis-hulis beterbangan, dan petir menyambar. Pada saat itulah lahir seorang anak laki-laki yang memiliki kekurangan. Kaki dan tangannya sangat pendek, hampir tak terlihat. Guru Tatea Bulan sangat sedih melihat kondisi anaknya, namun Guru Tatea Bulan menghiburnya. Ia menjelaskan bahwa Mulajadi Nabolon sudah memberi tahu tentang hal ini sebelumnya, bahkan sebelum membuat parit perlindungan kampung.
Meskipun anak tersebut memiliki kekurangan fisik, ia dibesarkan dengan penuh kasih. Ketika ia besar, ia mulai berbicara, namun ia tidak bisa duduk. Ia hanya tidur-tiduran seperti miok-miok, yang membuatnya dikenal sebagai Siraja Miok-Miok atau Siraja Gumeleng-Geleng.
Setelah ia cukup besar, Siraja Miok-Miok meminta ibunya, Guru Tatea Bulan, untuk membawanya ke Gunung Pusuk Buhit. Di sana, ia berharap bisa berkomunikasi dengan Mulajadi Nabolon dan meminta agar tubuhnya dilengkapi dengan bagian yang kurang.
Guru Tatea Bulan meletakkan anaknya di bawah pohon Piu-piu Tanggule, berharap jika buahnya jatuh, itu bisa menjadi makanannya. Ia juga diberi Pungga Haomasan untuk dijilat ketika lapar. Di tempat itu, Siraja Miok-Miok berkomunikasi dengan Mulajadi Nabolon dan memohon agar tubuhnya disempurnakan. Mulajadi Nabolon kemudian memenuhi permintaannya. Tangan dan kakinya tumbuh lebih panjang, namun juga muncul ekor seperti ekor bajonggir dan kulit tipis penghubung yang menyerupai sayap kelelawar.
Raja Uti Martonggo
Setelah tubuhnya disempurnakan, Siraja Miok-Miok kembali berkomunikasi dengan Mulajadi Nabolon untuk memahami mengapa tubuhnya harus demikian. Mulajadi Nabolon menjelaskan bahwa bentuk fisiknya yang berbeda itu memang disengaja, agar ia tidak bisa bergaul dengan manusia. Ia akan menjadi Malim yang menyampaikan permintaan manusia kepada Mulajadi Nabolon, dan juga pesan-pesan dari Mulajadi Nabolon kepada manusia. Inilah sebabnya ia disebut Raja Hatorusan atau Raja Uti.
Putri tertua Guru Tatea Bulan, Biding Laut, dikenal karena kecantikannya yang luar biasa dan sikapnya yang sangat ramah kepada orangtua. Ia adalah kembaran dari Raja Uti, dan selama Raja Uti berada bersama mereka, Biding Laut selalu dekat dengannya.
Raja Uti: Sosok Misterius dan Penuh Kharisma
Raja Uti, yang juga dikenal dengan nama Si Raja Biak-Biak dan Raja Sigumeleng-Geleng, adalah sosok yang penuh misteri dan memiliki kekuatan luar biasa. Meskipun ia memiliki kekurangan fisik, ia dianggap sebagai sosok yang lebih unggul dari banyak raja lainnya dalam hal kesaktian dan ilmu gaib. Karena itu, ia lebih memilih untuk memimpin secara spiritual, sementara kekuasaan duniawi diberikan kepada ponakannya, Sisingamangaraja.
Kehidupan dan Kesaktian Raja Uti
Raja Uti dipercaya tidak terikat pada satu bentuk fisik. Ia dapat mengubah wujudnya sesuai dengan keadaan dan bisa muncul sebagai laki-laki, perempuan, orang tua, atau bahkan anak-anak. Keunikan ini membuatnya menjadi sosok yang sulit dikenali, namun keberadaannya selalu terasa.
Selain itu, Raja Uti memiliki kemampuan gaib yang luar biasa. Ia bisa berkomunikasi dengan alam, menghilang, dan mengetahui peristiwa yang akan terjadi. Karena kemampuannya ini, ia dihormati dan dihargai oleh banyak orang, bukan hanya di kalangan masyarakat Batak, tetapi juga oleh pemimpin lainnya.
Raja Uti dan Sisingamangaraja
Karena kondisi fisiknya yang kurang sempurna, Raja Uti tidak memimpin secara langsung pemerintahan di Tanah Batak. Sebagai gantinya, ia memberikan tugas duniawi kepada ponakannya, Sisingamangaraja, sementara Raja Uti tetap menjadi pusat kekuatan spiritual. Hal ini mencerminkan sistem kepemimpinan ganda dalam budaya Batak, di mana kekuasaan spiritual dan politik berada pada tangan yang berbeda.
Asal-Usul dan Tempat Kediaman Raja Uti
Terdapat beberapa versi mengenai asal-usul Raja Uti. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia berasal dari Bakkara, yang juga merupakan tanah leluhur Sisingamangaraja. Namun, ada juga yang meyakini bahwa ia tinggal di Gunung Pusuk Buhit, sebuah tempat sakral dalam kepercayaan Batak yang diyakini sebagai tempat asal nenek moyang orang Batak.
Beberapa cerita juga mengatakan bahwa Raja Uti tidak meninggal secara fisik, melainkan menghilang ke alam gaib, dan hingga saat ini masih "hidup" dalam bentuk spiritual.
Jejak Raja Uti dalam Budaya Batak
Raja Uti tetap menjadi sosok yang dihormati dalam budaya Batak. Namanya dikaitkan dengan berbagai legenda, ritual adat, dan kepercayaan yang mendalam tentang hubungan antara manusia dengan alam gaib. Meski tidak memerintah secara langsung, pengaruhnya masih terasa hingga kini.
Pada masa kehidupan Raja Uti, sistem marga belum digunakan oleh keluarga mereka. Itulah alasan mengapa Raja Uti belum memiliki marga. Raja Uti dikenal juga dengan nama Raja Biak - Biak, Raja Hatorusan, Ompu Raja Pusuk Buhit, Ompu Raja Gumeleng Geleng, Ompu Raja Parhata dan Ompu Raja Hasaktian.