Logo Ebatak
Ebatak | Ensiklopedia Batak
Ensiklopedia Batak

Pdt. Jack Marpaung: Musisi Legendaris Batak

Dari Nada ke Doa: Pdt. Jack Marpaung


Jack Marpaung
Jack Marpaung
Penyanyi Batak legendaris, Jack Marpaung, meninggal dunia pada usia 76 tahun di Rumah Sakit St. Carolus, Salemba, Jakarta Pusat, pada Minggu, 5 Januari 2025.
Source: ebatak.com
Author: Regina

Pdt. Jack Marpaung (14 April 1948 – 5 Januari 2025) adalah seorang penyanyi dan penulis lagu Batak yang menjadi pendeta. Karyanya selama lebih dari tiga dekade telah memberi warna bagi musik dan budaya Batak, sebelum akhirnya mengabdikan hidupnya sebagai pelayan Tuhan.

Daftar Isi

Lahir dengan nama Ojak Marpaung di Porsea, Kabupaten Toba, Sumatra Utara pada 14 April 1948, Jack tumbuh dalam keluarga militer. Ayahnya adalah seorang anggota TNI, sehingga keluarganya sering berpindah-pindah mengikuti penugasan.

Masa remajanya banyak dihabiskan di Pematangsiantar. Didikan keras dari sang ayah membentuk pribadi Jack menjadi sosok yang keras kepala dan penuh pemberontakan. Ia lebih memilih hidup di jalanan daripada di rumah, dan sempat terjerumus dalam dunia narkoba dan kekerasan.

Dalam salah satu kesaksiannya, Jack mengungkap bahwa ia pernah menjadi gelandangan, hidup di terminal, dan tidak takut menghadapi aparat. Bahkan, ia pernah berusaha menyerang polisi menggunakan golok saat membela temannya yang ditangkap. Aksinya berakhir tragis—ia tertembak di bagian perut dan dipenjara. Dari pengalaman itulah hidupnya perlahan mulai berubah.

Seperti kebanyakan orang Batak, Jack memiliki suara merdu, bakat yang ia warisi dari ibunya—seorang penyanyi opera di masa penjajahan Belanda. Ia mulai terjun ke dunia tarik suara sejak tahun 1965 dan mulai dikenal setelah menjuarai ajang “Pop Singers” di Medan pada 1968.

Namanya yang semula Ojak pun berubah menjadi Jack Marpaung, nama yang kemudian melejit di dunia musik Batak. Bahkan, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) mengajaknya bergabung sebagai penyanyi resmi, memberinya pangkat Sersan Mayor.

Namun, kesuksesan belum datang semudah itu. Di awal perantauannya ke Jakarta, Jack hidup menggelandang di Terminal Grogol selama dua tahun. Ia bahkan sempat tergoda mencopet, namun mengurungkan niat karena teringat janjinya kepada orang tua untuk tidak mengulangi kesalahan.

Lagu-lagu Jack Marpaung masih dinyanyikan dalam berbagai acara Batak dan gereja. Keputusannya meninggalkan dunia hiburan untuk melayani Tuhan menjadi inspirasi bagi banyak orang tentang makna panggilan hidup sejati.

Pada tahun 1970-an, Jack tergabung dalam grup legendaris Trio Lasidos, bersama Hilman Padang dan Bunthora Situmorang. Trio ini dikenal luas lewat lagu-lagu ratapan (andung) khas Batak. Album perdana mereka, Lupahon Ma, dirilis tahun 1978 dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat.

Trio Lasidos menjadi ikon musik Batak era 1980–1990-an, rutin tampil di hotel-hotel dan merilis berbagai album, baik berbahasa Batak maupun Indonesia. Jack dikenal sebagai pemilik suara tinggi dan melengking, ciri khas yang membedakannya dari penyanyi lain. Ia juga sempat terlibat dalam album rock Tiada Lagi Kidungmu bersama Arie Wibowo dan Nyong Anggoman di bawah label RCA (1986).

Setelah keluar dari penjara, kehidupan Jack tidak langsung membaik. Kontrak manggungnya diputus, dan bisnis istrinya tertipu, membuat keluarganya terjerat utang. Pengalaman pahit ini justru menjadi titik balik spiritualnya.

Di awal 2000-an, Jack mulai mendalami imannya secara serius. Ia mulai aktif memberikan kesaksian, menjadi penginjil, dan akhirnya ditahbiskan sebagai pendeta di GBI Fellowship Centre Medan. Sejak saat itu, ia mendedikasikan hidupnya untuk pelayanan hingga akhir hayat.

Kamis, 01 Januari 1970, 07:00 | Selasa, 09 September 2025, 23:17 | oleh Regina