Logo Ebatak
Ebatak | Ensiklopedia Batak
Ensiklopedia Batak

Sejarah dan Identitas Suku Batak di Sumatera Utara

Asal Usul Bangsa Batak: Warisan Leluhur yang Mendunia


Etnis Batak di Sumatera Utara
Etnis Batak di Sumatera Utara
Identitas Batak mulai dikenal dalam sejarah Indonesia modern setelah bergabungnya para pemuda dari daerah-daerah seperti Angkola, Mandailing, Karo, Pakpak, Simalungun, dan Toba dalam organisasi Jong Batak pada tahun 1926
Source: ebatak.com
Author: Regina

Suku Batak adalah kelompok etnis terbesar ketiga di Indonesia menurut sensus tahun 2010. Nama Batak mencakup beberapa suku yang berasal dari Sumatera Utara, seperti Toba, Pakpak, Simalungun, Karo, Alas, Angkola, Keluwat, Mandailing, Nadolok, Pardembanan, Pesisir, Singkil dan Tamiang.

Identitas Batak mulai dikenal dalam sejarah Indonesia modern setelah bergabungnya para pemuda dari daerah-daerah seperti Angkola, Mandailing, Karo, Pakpak, Simalungun, dan Toba dalam organisasi Jong Batak pada tahun 1926.

Organisasi ini memiliki satu kesepahaman yang sama, seperti yang tercantum pada kutipan dari Hans Van Miert (2003). Dengan Semangat Berkobar. Hasta Mitra-Pustaka Utan Kayu-KITLV. hlm. 475

"Bahasa Batak kita begitu kaya akan puisi, pepatah, dan pribahasa yang mengandung satu dunia kebijaksanaan tersendiri. Bahasanya sama dari utara ke selatan, tapi terbagi jelas dalam berbagai dialek. Kita memiliki budaya sendiri, aksara sendiri, seni bangunan yang tinggi mutunya yang sepanjang masa tetap membuktikan bahwa kita mempunyai nenek moyang yang perkasa. Sistem marga yang berlaku bagi semua kelompok penduduk negeri kita menunjukkan adanya tata negara yang bijak. Kita berhak mendirikan sebuah persatuan Batak yang khas, yang dapat membela kepentingan kita dan melindungi budaya kuno itu."

R.W. Liddle berpendapat bahwa sebelum abad ke-20, di Sumatra bagian utara tidak ada kelompok etnis yang membentuk satuan sosial yang terkoordinasi. Ia menjelaskan bahwa hingga abad ke-19, interaksi sosial di daerah tersebut terbatas pada hubungan antara individu, kelompok kekerabatan, atau antar kampung, tanpa ada kesadaran untuk membentuk satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain menyatakan bahwa kesadaran untuk membentuk keluarga besar Batak baru muncul pada masa kolonial. Dalam disertasinya, J. Pardede menyebutkan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak luar. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, istri dari putra pendeta Batak Toba, berpendapat bahwa sebelum kedatangan Belanda, orang-orang dari Karo maupun Simalungun menganggap diri mereka sebagai bagian dari Batak, dan justru Belanda yang memisahkan mereka. Sebuah mitos yang memiliki beberapa versi mengklaim bahwa Pusuk Buhit, sebuah puncak di barat Danau Toba, merupakan tempat "kelahiran" bangsa Batak.

Terbentuknya masyarakat Batak, yang terdiri dari berbagai marga, sebagian besar disebabkan oleh migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian mengenai tradisi Karo yang penting dilakukan oleh J.H. Neumann, berdasarkan kajian sastra lisan dan transkripsi dua naskah lokal, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Berdasarkan Pustaka Kembaren, asal marga Kembaren berasal dari Pagaruyung di Minangkabau. Selain itu, marga Nasution di Mandailing diyakini merupakan keturunan dari Batara Payung Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Siput Aladin, raja Pagaruyung. Orang-orang Tamil juga diyakini berperan dalam pembentukan masyarakat Karo, yang terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang berasal dari bahasa Tamil. Pedagang Tamil yang awalnya beraktivitas di pantai barat, melarikan diri ke pedalaman Sumatra akibat serangan pasukan Minangkabau pada abad ke-14 yang berusaha menguasai Barus.

Rabu, 14 Oktober 2009, 07:55 | Jumat, 18 April 2025, 14:26 | oleh Regina

kuliner

Adat Batak

Wisata Alam

Napak Tilas

Mitologi

Sejarah