Mengenal Suku Pardembanan dan Daftar Marganya
Kemiripan Bahasa Simalungun dengan Dialek Batak di Asahan dan Labura

Ebatak | Ensiklopedia Batak
Menurut Masrul Purba Dasuha, seorang ahli linguistik yang fokus pada Bahasa Simalungun, terdapat banyak persamaan antara Bahasa Batak Pardembanan yang dituturkan di Kabupaten Asahan dan Bahasa Batak Nadolok di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) dengan Bahasa Simalungun itu sendiri.
Masrul, yang juga merupakan salah satu penyusun Kamus Bahasa Simalungun - Indonesia terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, menjelaskan bahwa kemiripan ini tidak terlepas dari pengaruh historis Kerajaan Nagur, Silou, dan Batangiou. Dahulu, ketiga kerajaan ini memiliki wilayah kekuasaan yang mencakup daerah Asahan dan Labuhanbatu. Meskipun demikian, dialek Pardembanan dan Nadolok diketahui berasal dari marga-marga Batak Toba yang bermigrasi dari Kabupaten Toba Samosir.
Asal Usul dan Perubahan Identitas Bahasa
Lebih lanjut, Masrul menjelaskan bahwa pada masa lalu, Bahasa Simalungun digunakan oleh marga-marga yang kemudian memisahkan diri dari kelompok induk Simalungun setelah berdirinya Kesultanan Asahan. Beberapa marga tersebut antara lain Tambak, Simargolang, Nadolok, Nahombang, dan Dasopang. Namun, seiring berjalannya waktu, marga-marga ini mulai mengidentifikasi diri sebagai bagian dari masyarakat Melayu dan mengadopsi adat istiadat Melayu. Akibatnya, penggunaan Bahasa Simalungun di wilayah tersebut bergeser dan lebih banyak digunakan oleh masyarakat Batak Toba yang datang dan menetap di wilayah Asahan dan Labuhanbatu.
Masrul menambahkan bahwa marga-marga yang kini termasuk dalam kelompok penutur Batak Pardembanan meliputi Damanik Simargolang, Purba Tambak, Purba Nadolok (Sidadolog), Sinaga Nahombang (Sidahombang), dan Dasopang. Meskipun memiliki akar dari suku Simalungun, dalam kehidupan sehari-hari di Asahan, masyarakat ini lebih sering menggunakan Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia. Ironisnya, dialek Pardembanan saat ini justru lebih banyak dituturkan oleh suku Batak Toba, meskipun bentuknya telah mengalami perubahan dan banyak dipengaruhi oleh Bahasa Batak Toba.
Mengapa Disebut Pardembanan?
Istilah Pardembanan muncul karena wilayah seperti Buntu Pane dan Bandar Pasir Mandogei dikenal memiliki banyak tanaman demban (sirih), serta adanya kebiasaan masyarakatnya yang gemar mardemban (makan sirih). Menurut Masrul, istilah ini pertama kali tercatat oleh John Anderson dalam bukunya yang berjudul Mission to The East Coast of Sumatra yang diterbitkan pada tahun 1823. Pada masa itu, pemerintah kolonial Belanda mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan suku penduduk setempat karena adanya percampuran antara elemen Batak Toba dan Melayu.
Kesamaan Kosakata yang Menarik
Melalui pengamatannya, Masrul menemukan sejumlah besar kesamaan kosakata antara Bahasa Pardembanan, Bahasa Nadolok, dan Bahasa Simalungun, meskipun penuturnya saat ini didominasi oleh marga Toba. Beberapa contoh kosakata yang memiliki kemiripan antara lain:
- jolak (bosan)
- homai (juga)
- topar (tampar)
- hoji (suka, hobi)
- marosu (suka)
- tarokkon (rasakan, tahankan)
- tarsinggok (tercekik saat makan, ingin minum)
- sudu (sendok)
- dohor (dekat)
- doha (lama; dari kata dokah)
- bere (beri)
- hio (kain)
- bosur (kenyang)
- angkula (badan)
- bahat (banyak)
- bois (habis)
- legan (lain)
- das (sampai)
- juma (ladang)
- longgur (guntur)
Masrul juga mencatat bahwa beberapa kosakata mengalami pergeseran makna meskipun bentuk katanya tetap dipertahankan. Fenomena ini dianggap sebagai hal yang wajar dalam perkembangan bahasa, terutama ketika bahasa tersebut digunakan di luar wilayah asalnya.
Sebaran Wilayah dengan Jejak Bahasa Simalungun
Beberapa nama perkampungan di wilayah Asahan dan Labuhanbatu Raya yang masih menggunakan atau menunjukkan pengaruh Bahasa Simalungun antara lain:
Buntu Panei, Bandar Pasir Mandogei, Bandar Pulo, Ambalutu, Parapat Janji, Sionggang, Rahuning, Parhutaan Silou, Mariah Gunung, Padang Pulau, Buntu Maraja, Gonting Malaha, Marjanji Asih, Pinanggiripan, Pulou Puli, Sijabut, Huta Padang, Silau Jawa, Padang Mahondang, Rawang, Bahung, Sibatubatu, Sei Silau, Sei Silou Tua, Silau Maraja, Urung Panei, Ujung Panei, Silou Laut, Silou Buntu, Silou Lama, Pulou Mariah, Dolog Maraja, Tinggi Raja, Piasa Ulu, Ujung Sipinggan, Pamatang Asahan, Habokou, Merangir (dari kata Maranggir), Aek Kanopan (dari kata Bah Hanopan), dan Rantau Parapat.