Logo Ebatak
Ebatak | Ensiklopedia Batak
Ensiklopedia Batak

Legenda Si Raja Batak

Asal Usul Si Raja Batak: Kisah dari Banua Ginjang ke Banua Tonga


Patung Si Raja Batak
Patung Si Raja Batak
Museum Batak di Balige: Di museum ini, terdapat patung perunggu Si Raja Batak setinggi 7 meter yang menjadi ikon museum. Selain patung tersebut, museum ini juga menampilkan miniatur Danau Toba dan berbagai artefak budaya Batak.
Source: twitter.com
Author: @halak_toba

Alkisah, di langit yang tinggi, di negeri para dewa yang disebut Banua Ginjang, hiduplah seekor burung suci bernama Manuk-manuk Hulambujati. Ia adalah makhluk langit yang istimewa, digambarkan memiliki bentuk sebesar kupu-kupu, namun dipercaya sebagai seekor manuk atau ayam yang berasal dari dunia atas.

Pada suatu waktu, Manuk-manuk Hulambujati mendapati tiga butir telur besar berada di sarangnya. Ukuran telur-telur itu tak biasa—masing-masing sebesar periuk tanah. Ia merasa sangat heran dan bingung. Ia tidak tahu dari mana telur-telur itu berasal, dan ia pun tak tahu bagaimana cara menetaskannya.

Dengan penuh rasa ingin tahu dan keraguan, Manuk-manuk Hulambujati pun terbang menghadap Debata Mulajadi na Bolon, sang Maha Pencipta yang bersemayam di puncak tertinggi Banua Ginjang. Kepadanya, burung itu menyampaikan kegundahannya mengenai ketiga telur besar tersebut.

Mulajadi na Bolon mendengarkan dengan penuh kebijaksanaan. Lalu Ia berkata, “Eramilah telur-telur itu. Bila waktunya telah tiba, mereka akan menetas dengan sendirinya.”

Mendengar itu, Manuk-manuk Hulambujati pun kembali ke sarangnya. Dengan penuh kesabaran dan kepatuhan, ia mulai mengerami ketiga telur besar itu, sebagaimana yang diperintahkan oleh Mulajadi na Bolon.

Demikianlah, Manuk-manuk Hulambujati menjaga dan mengerami telur-telur misterius itu—menanti waktu yang telah ditetapkan oleh Mulajadi na Bolon.

Banua Ginjang, dunia atas tempat semua ini terjadi, adalah tempat mitologis dalam kepercayaan Batak, tempat suci yang dihuni oleh para dewa. Di sanalah Debata Mulajadi na Bolon bertahta, mengatur keseimbangan seluruh jagat raya.

Daftar Isi

Ilustrasi Manuk-manuk Hulambujati
Ilustrasi Manuk-manuk Hulambujati<br>Manuk-manuk Hulambujati adalah burung sakti yang tinggal di langit tinggi, disebut sebagai Banua Ginjang. Digambarkan memiliki tubuh sebesar kupu-kupu besar, namun yang membuatnya istimewa adalah tiga butir telur yang sangat besar, seukuran periuk tanah. Burung ini, meskipun sakti, merasa bingung bagaimana cara mengerami telur-telur raksasa tersebut.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Waktu pun berlalu, dan ketiga telur besar yang dierami oleh Manuk-manuk Hulambujati akhirnya menetas. Ia terkejut melihat makhluk-makhluk yang keluar dari telur itu, sebab belum pernah dilihatnya makhluk seperti itu sebelumnya.

Penuh keheranan, Manuk-manuk Hulambujati kembali menghadap Mulajadi na Bolon dan bertanya, “Makhluk apakah yang baru saja menetas itu?”

Mulajadi na Bolon menjawab dengan tenang, “Mereka adalah manusia. Yang pertama bernama Tuan Batara Guru, yang kedua Ompu Tuan Soripada, dan yang ketiga Ompu Tuan Mangalabulan.”

Ketiga manusia itu pun tumbuh dewasa di Banua Ginjang, dibimbing langsung oleh kehendak Sang Pencipta. Namun, ketika mereka menginjak usia matang, muncullah persoalan baru — tidak ada seorang perempuan pun untuk menjadi pasangan hidup mereka.

Siboru Pareme, Siboru Parorot, dan Siboru Parnuturi.
Siboru Pareme, Siboru Parorot, dan Siboru Parnuturi.<br>Tiga manusia ilahi tumbuh dewasa tanpa pasangan, hingga Manuk-manuk Hulambujati memohon kepada Mulajadi Nabolon untuk mengirimkan tiga wanita: Siboru Pareme, Siboru Parorot, dan Siboru Parnuturi, yang kemudian menjadi istri mereka. Dari pernikahan tersebut, generasi baru lahir: Datu Tantan Debata, Siboru Sorbajati, dan Siboru Deakparujar dari Batara Guru; Tuan Sorimangaraja dari Soripada; dan Tuan Sori Mangaraja dari Mangalabulan.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Setelah ketiga makhluk yang muncul dari telur itu tumbuh dewasa, Manuk-manuk Hulambujati kembali menghadap Mulajadi na Bolon, memohon agar diberikan pasangan hidup bagi ketiga manusia tersebut, agar mereka dapat melanjutkan keturunan mereka.

Menanggapi permohonan itu, Mulajadi na Bolon mengutus tiga putri sebagai istri untuk ketiganya, yaitu:

  • Siboru Pareme, yang dijodohkan dengan Batara Guru
  • Siboru Deak Parorot, yang dijodohkan dengan Ompu Tuan Soripada
  • Siboru Panuturi, yang dijodohkan dengan Ompu Tuan Mangalabulan

Dari pernikahan Batara Guru dan Siboru Pareme, lahirlah empat anak:

  1. Tuan Sori Muhammad
  2. Datu Tantan Debata
  3. Siboru Sorbajati
  4. Siboru Deakparujar

Selanjutnya, dari pernikahan Ompu Tuan Soripada dengan Siboru Deak Parorot, lahir dua anak:

  • Tuan Sori Mangaraja
  • Si Raja Enda-enda

Sementara itu, dari pernikahan Ompu Tuan Mangalabulan dengan Siboru Panuturi, lahir seorang anak laki-laki bernama Tuan Dipampat Tinggi Sabulan.

Dengan demikian, keturunan dari ketiga manusia pertama yang muncul di Banua Ginjang pun berkembang, dan kelak mereka akan menjadi leluhur dari berbagai makhluk dan manusia yang mendiami dunia tengah, yang disebut Banua Tonga.

Siboru Sorbajati terkejut setelah mengetahui Siraja Enda Enda ternyata adalah makhluk berbentuk kadal
Siboru Sorbajati terkejut setelah mengetahui Siraja Enda Enda ternyata adalah makhluk berbentuk kadal<br>Batara Guru mengusulkan pernikahan antara Siboru Sorbajati dan Siraja Enda Enda. Namun, saat tiba di rumah calon suaminya, Siboru Sorbajati mendapati bahwa Siraja Enda Enda ternyata adalah makhluk berbentuk kadal. Karena merasa kecewa dan jijik, Siboru Sorbajati melarikan diri sambil menangis dan menolak pernikahan tersebut<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Setelah anak-anak mereka tumbuh dewasa, Ompu Tuan Soripada mengusulkan agar anak-anak mereka dinikahkan dengan anak-anak Batara Guru. Menanggapi hal itu, Mulajadi na Bolon menyarankan agar Siboru Sorbajati menikah dengan Si Raja Enda-enda.

Namun, ketika Siboru Sorbajati datang untuk bertemu dengan Si Raja Enda-enda, ia sangat terkejut. Calon suaminya ternyata berbentuk seperti kadal, sebuah bentuk yang sangat berbeda dengan yang ia harapkan. Merasa kecewa, Siboru Sorbajati menolak dan kembali ke rumah orang tuanya.

Keluarga Batara Guru berusaha membujuk Siboru Sorbajati untuk menerima Si Raja Enda-enda, tetapi ia tetap menolak. Kemudian, Batara Guru memutuskan untuk meminta Siboru Deakparujar menggantikan kakaknya dalam pernikahan dengan Si Raja Enda-enda.

Ilustrasi Siboru Deakparujar terombang ambing dilautan
Ilustrasi Siboru Deakparujar terombang ambing dilautan<br>Siboru Deakparujar menolak pernikahan yang direncanakan untuknya. Dalam keputusannya, ia melompat ke tanah dari banua ginjang dan menghilang, terombang-ambing di lautan serta menghadapi serangan dari makhluk laut<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Namun, Siboru Deakparujar juga menolak untuk menikah dengan Si Raja Enda-enda. Dalam tarian panjangnya, ia melompat ke tanah dan tiba-tiba menghilang. Ia jatuh ke Banua Tonga, benua tengah, dan terombang-ambing di laut, diserang oleh ikan dan binatang laut.

Siboru Deakparujar kemudian meminta bantuan burung layang-layang untuk mencarikan tanah kepada Mulajadi Nabolon. Namun, setiap kali tanah itu diturunkan, tanah tersebut selalu hancur karena diguncang oleh Naga Padoha.

Setelah menemui Naga Padoha dan mengetahui bahwa naga itu mengguncang bumi karena sakit rematik, Siboru Deakparujar menyembuhkannya. Naga Padoha berjanji tidak akan mengganggu lagi jika ia sembuh. Namun, Siboru Deakparujar tidak hanya menyembuhkan naga itu, tetapi juga menipunya untuk masuk ke dalam pasungan besi. Setelah itu, ia mengubur Naga Padoha ke dalam Banua Toru (benua bawah). Sejak saat itu, diyakini bahwa gempa bumi yang terjadi adalah akibat pergerakan Naga Padoha yang meronta di dalam tanah.

Setelah bumi menjadi tenang, Siboru Deakparujar, dibantu oleh burung layang-layang, menciptakan pemisahan antara air dan daratan di Banua Tonga. Di sini, ia membentuk sungai, gunung, hutan, dan memisahkan lautan dari daratan yang ada, menciptakan dunia seperti yang kita kenal sekarang.

Ilustrasi Anak Siboru Deak Parujar dan Raja Odap-odap
Ilustrasi Anak Siboru Deak Parujar dan Raja Odap-odap<br>Mulajadi Nabolon memerintahkan Raja Odap-odap untuk turun ke bumi dan menjadi pasangannya. Mereka menikah dan tinggal di kaki Gunung Pusuk Buhit, tepatnya di Sianjur Mula-mula. Dari pernikahan ini lahirlah bayi kembar siam, seorang laki-laki bernama Raja Ihat Manisia dan seorang perempuan bernama Boru Itam Manisia<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Mulajadi Nabolon meminta Siboru Deakparujar untuk kembali ke Banua Ginjang (benua atas), tetapi Siboru Deakparujar menolak. Sebagai gantinya, Mulajadi Nabolon mengirim Raja Odap-odap untuk menemaninya. Akhirnya, Siboru Deakparujar dan Raja Odap-odap menikah dan tinggal di kaki Gunung Pusuk Buhit, di daerah Sianjur Mula-mula.

Di sana, mereka memiliki dua anak kembar dempit, yaitu Raja Ihat Manisia dan Boru Itam Manisia. Mulajadi Nabolon memberkati kedua anak tersebut, yang kelak menjadi manusia pertama di Banua Tonga (benua tengah).

Raja Ihat Manisia memiliki tiga anak laki-laki, yaitu Raja Miok-miok, Patundal Nabegu, dan Ajilapas-lapas. Setelah dewasa, Patundal Nabegu dan Ajilapas-lapas meninggalkan Sianjur Mula-mula, sementara Raja Miok-miok tetap tinggal di sana.

Anak dari Raja Miok-miok bernama Engbanua, yang juga memiliki tiga anak laki-laki, yaitu Raja Ujung, Raja Renang-bonang, dan Raja Jau. Raja Ujung kemudian menjadi leluhur orang Aceh, Raja Jau menjadi leluhur orang Nias, dan Raja Renang-bonang memiliki anak bernama Raja Tantan Debata.

Anak dari Raja Tantan Debata inilah yang dikenal sebagai Si Raja Batak, leluhur orang Batak, yang juga tinggal di kaki Gunung Pusuk Buhit, Sianjur Mula-mula.

Setelah berjalannya waktu, Si Raja Batak yang merupakan anak dari Raja Tantan Debata dan cucu dari Raja Bonang-bonang, tinggal di kaki Gunung Pusuk Buhit, Sianjur Mula-mula. Si Raja Batak dikenal sebagai leluhur utama dalam mitologi Batak, yang dipercaya sebagai nenek moyang pertama orang Batak. Ia adalah tokoh yang sangat dihormati dan menjadi titik awal dari banyaknya marga yang ada di tanah Batak. Si Raja Batak memiliki tempat khusus dalam sejarah Batak.

Suatu hari, Si Raja Batak bertemu dengan seorang Putri dari Siam yang sangat cantik dan bijaksana. Putri itu dikenal sebagai Si Boru Raung Siam. Setelah melalui berbagai peristiwa dan ujian, mereka pun menikah, dan dari pernikahan ini lahirlah dua putra yang kelak menjadi tokoh besar dalam sejarah Batak. Putra pertama mereka adalah Guru Tatea Bulan, yang kelak akan memiliki pengaruh besar dalam peradaban Batak. Anak kedua mereka adalah Raja Isombaon, yang juga akan menjadi leluhur dari berbagai marga Batak yang tersebar luas di tanah Batak.

Si Raja Batak, dengan anak-anaknya, menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan budaya Batak. Guru Tatea Bulan, seperti yang tercatat dalam silsilah Batak, memiliki banyak keturunan yang meneruskan pengaruhnya di masyarakat Batak. Sedangkan Raja Isombaon juga meninggalkan warisan keturunan yang tak kalah besar. Keduanya, bersama dengan Si Raja Batak, memainkan peran penting dalam pembentukan masyarakat Batak seperti yang kita kenal sekarang.

Inilah legenda asal-usul Si Raja Batak, yang merupakan bagian dari mitologi Batak yang kaya dan penuh makna. Menurut cerita, Si Raja Batak berasal dari keturunan dewa-dewa dan memiliki hubungan erat dengan kekuatan alam semesta. Cerita ini mengisahkan perjalanan panjang dan penuh ujian yang harus dilalui oleh Si Raja Batak sebelum ia diakui sebagai nenek moyang pertama orang Batak.

Dalam mitologi Batak, Si Raja Batak adalah tokoh yang sangat dihormati. Dikisahkan bahwa ia tinggal di kaki Gunung Pusuk Buhit, yang merupakan tempat yang dianggap suci dan menjadi pusat bagi kehidupan masyarakat Batak. Sianjur Mula-mula, sebagai tempat tinggalnya, adalah tempat yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual yang sangat tinggi. Dengan menikahi Putri dari Siam, ia melanjutkan garis keturunan yang kelak menjadi cikal bakal marga-marga Batak yang tersebar di seluruh dunia.

Legenda ini tidak hanya menjelaskan asal-usul Si Raja Batak, tetapi juga mengandung nilai-nilai tentang keluarga, kepemimpinan, dan hubungan manusia dengan alam. Si Raja Batak dan keturunannya, seperti Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon, menjadi simbol kekuatan dan keberanian, yang membentuk identitas masyarakat Batak hingga hari ini.

Jumat, 11 April 2025, 17:33 | Sabtu, 12 April 2025, 10:44 | oleh Regina

Mitologi