Nai Mangiring Laut: Istri dari Tuan Saribu Raja
Mengenal Istri dari Tuan Saribu Raja

Nai Mangiring Laut dikenal sebagai istri pertama dari Tuan Sariburaja, putra kedua Guru Tatea Bulan. Dari pernikahan mereka lahirlah Si Raja Borbor, yang kelak menjadi nenek moyang dari sejumlah marga besar seperti Pasaribu, Batubara, Harahap, Tanjung, Pulungan, dan lainnya.
Source: ebatak.com
Author: Regina
Dalam sejarah dan mitologi Batak, sosok Nai Mangiring Laut memiliki peran penting sebagai ibu dari Si Raja Borbor, leluhur berbagai marga Batak yang tergabung dalam kelompok Borbor. Namun, asal-usulnya masih menjadi misteri, dengan beberapa versi berbeda yang beredar di kalangan masyarakat Batak.
Pernikahan dengan Tuan Sariburaja
Nai Mangiring Laut dikenal sebagai istri pertama dari Tuan Sariburaja, putra kedua Guru Tatea Bulan. Dari pernikahan mereka lahirlah Si Raja Borbor, yang kelak menjadi nenek moyang dari sejumlah marga besar seperti Pasaribu, Batubara, Harahap, Tanjung, Pulungan, dan lainnya. Keturunan ini menjadi bagian penting dalam struktur masyarakat Batak hingga saat ini.
Selain menikahi Nai Mangiring Laut, Tuan Sariburaja juga menikah dengan adik kandungnya, Si Boru Pareme, yang melahirkan Si Raja Lontung. Si Raja Lontung kemudian menjadi leluhur marga-marga seperti Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar.
Asal-Usul Nai Mangiring Laut
Asal-usul Nai Mangiring Laut masih menjadi perdebatan. Beberapa sumber mencatat berbagai versi mengenai siapa dirinya dan dari mana ia berasal:
Putri Dewa Balabulan
Beberapa cerita menyebutkan bahwa Nai Mangiring Laut adalah putri dari Dewa Balabulan. Ia membawa berbagai pusaka dari ayahnya, yang kemudian disimpan di Batu Hobon, tempat sakral yang terletak di Parik Sabungan dekat Sianjur Mula-Mula.
Manusia Peliharaan Lelembu (Homang)
Ada juga yang mengatakan bahwa ia bukan berasal dari keturunan manusia biasa, melainkan seorang manusia yang dibesarkan oleh lelembu atau homang, makhluk gaib dalam mitologi Batak. Setelah melahirkan Si Raja Borbor, Tuan Sariburaja membawanya ke Parik Sabungan untuk membangun kehidupannya sendiri.
Putri Raja Bawahan Sriwijaya
Pendapat lain mengaitkan Nai Mangiring Laut dengan Sriwijaya, menyebutnya sebagai putri seorang raja bawahan Sriwijaya yang pernah berkuasa di Barus. Teori ini mengaitkan asal-usulnya dengan pengaruh luar yang masuk ke tanah Batak melalui jalur perdagangan dan ekspansi kerajaan maritim tersebut.
Peran Nai Mangiring Laut dalam Sejarah Batak
Meskipun asal-usulnya masih diperdebatkan, peran Nai Mangiring Laut sebagai ibu dari Si Raja Borbor tidak terbantahkan. Melalui keturunannya, ia menjadi bagian dari fondasi masyarakat Batak yang terus berkembang hingga kini. Legenda dan kisahnya tetap hidup dalam tradisi lisan serta menjadi bagian dari identitas suku Batak.
Sebagai sosok yang misterius namun penting, Nai Mangiring Laut adalah bagian dari sejarah Batak yang memperkaya warisan budaya dan mitologi suku ini. Kisahnya menunjukkan bagaimana tradisi dan kepercayaan nenek moyang masih mempengaruhi cara pandang masyarakat Batak terhadap asal-usul dan identitas mereka hingga saat ini.
Menurut versi kedua yang tercatat dalam Tarombo Borbor Marsada, Nai Mangiring Laut adalah putri dari Dewa Balabulan, sosok spiritual yang berasal dari alam atas (Banua Ginjang) dalam kosmologi Batak. Dewa Balabulan disebut memberikan banyak barang pusaka kepada putrinya sebagai bekal ketika diperistri oleh Tuan Sariburaja.
Barang-barang pusaka dari Dewa Balabulan tersebut disimpan oleh Tuan Sariburaja dan Nai Mangiring Laut dalam sebuah rumbi batu—peti batu berbentuk bundar—yang konon tidak dapat dibuka oleh siapa pun selain mereka berdua. Rumbi batu ini kemudian dikenal dengan nama Batu Hobon, dan hingga kini masih dapat ditemukan di Parik Sabungan, tidak jauh dari wilayah Sianjur Mula-mula.