Si Raja Batak: Nenek Moyang Bangso Batak
Si Raja Batak: Asal Usul dan Mitologi Leluhur Orang Batak Toba

Museum Batak di Balige: Di museum ini, terdapat patung perunggu Si Raja Batak setinggi 7 meter yang menjadi ikon museum. Selain patung tersebut, museum ini juga menampilkan miniatur Danau Toba dan berbagai artefak budaya Batak.
Source: twitter.com
Author: @halak_toba
Si Raja Batak: Nenek Moyang Orang Batak
Dalam masyarakat Batak Toba, Siraja Batak merupakan nenek moyang pertama orang Batak. Nama ini digunakan dalam silsilah keluarga (tarombo) untuk merujuk pada leluhur mereka. Siraja Batak berasal dari Sianjur Mulamula, Samosir, dan diyakini menjadi asal mula marga-marga Batak yang ada saat ini.
Mitologi Si Raja Batak
Menurut cerita rakyat Batak, Si Boru Deak Parujar adalah putri Batara Guru, yang dijodohkan dengan Raja Odapodap, putra dari Mangala Bulan. Namun, Si Boru Deak Parujar menolak menikah dan berusaha menunda pernikahan dengan alasan ingin menyelesaikan tujuh tenunan benang terlebih dahulu. Setelah beberapa waktu, Si Boru Deak Parujar yang merasa kesepian akhirnya setuju menikah dengan Raja Odapodap. Mereka kemudian memiliki sepasang anak, yaitu Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia.
Siraja Miokmiok, anak dari pasangan ini, menikah dengan Si Boru Mansur Purnama dan memiliki seorang anak bernama Eng Banua. Eng Banua menikah dengan Boru Siuman, dan mereka memiliki tiga anak, yaitu Siraja Ujung, Siraja Jau, dan Siraja Bonangbonang. Siraja Bonangbonang kemudian memiliki seorang putra bernama Siraja Tantan Debata, yang kemudian menjadi nenek moyang dari Siraja Batak.
Dengan demikian, semua orang Batak berasal dari leluhur yang sama, yaitu Siraja Batak. Setiap generasi mencatatkan silsilah ini dalam tarombo yang diturunkan dari waktu ke waktu. Beberapa orang memerlukan bukti tentang hal ini, sementara yang lainnya cukup meyakininya sebagai kebenaran.
Pusuk Buhit: Tempat Asal Usul Orang Batak
Dari Pangururan, ibu kota Kabupaten Samosir di Sumatera Utara, Danau Toba tampak semakin sempit, hampir menyatu dengan perbukitan di sekitarnya. Salah satu bukit yang terkenal adalah Pusuk Buhit, yang memiliki puncak yang menjulang hingga 1972 meter di atas permukaan laut. Masyarakat setempat mengenal tempat ini sebagai titik tertinggi di sekitar Kaldera Toba. Pusuk Buhit dipercaya sebagai tempat asal usul orang Batak pertama kali diturunkan.
Siboru Deak Parujar dalam Kosmologi Batak
Dalam mitologi Batak, ada cerita tentang alam yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Banua Ginjang (dunia atas), Banua Tonga (dunia tengah), dan Banua Toru (dunia bawah). Kehidupan dimulai di Banua Ginjang, tempat tinggal Ompu Debata Mulajadi Na Bolon bersama dewa-dewa ciptaannya: Batara Guru, Soripada, dan Mangalabulan.
Siboru Deak Parujar, putri Batara Guru, awalnya dijodohkan dengan Raja Odapodap, anak dari Mangalabulan. Namun, Siboru Deak Parujar menolak dan mencoba menunda pernikahan tersebut dengan alasan ingin menyelesaikan tujuh tenunan benang. Ompu Debata Mulajadi Na Bolon mengetahui bahwa ini hanya alasan untuk menghindar, sehingga ia melemparkan benang-benang tersebut. Deak Parujar pun melompat untuk mengambilnya.
Walaupun Deak Parujar merasa terombang-ambing jauh dari Banua Ginjang, ia tidak ingin kembali. Ia memohon kepada Ompu Mulajadi Na Bolon untuk diberikan segenggam tanah sebagai tempat berpijak, dan permintaan ini dikabulkan. Dari tanah tersebut, Deak Parujar membentuk daratan yang semakin meluas, yang dikenal dengan nama Banua Tonga.
Deak Parujar menghadapi berbagai rintangan, termasuk gangguan dari Naga Padoha, penghuni Banua Toru. Namun, ia tetap memilih untuk tinggal di Banua Tonga. Pada akhirnya, Deak Parujar yang sudah lama hidup kesepian akhirnya setuju menikah dengan Raja Odapodap. Mereka dikaruniai sepasang anak, Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia. Beberapa generasi kemudian, lahirlah Siraja Batak, yang menjadi leluhur orang Batak.
Tarombo batak
Martarombo bagi orang Batak yaitu menjelaskan silsilah, yaitu hal yang harus di ketahui dan sangat penting dalam kehidupan keseharian mereka. Begitu pentinnya hal martarombo ini, sehingga setiap orang Batak dituntut mampu menjelaskan silsilah diri dan keluarganya.
Tarombo merupakan silsilah garis keturunan secara patrineal dalam budaya Batak yang sudah menjadi adat atau tradisi untuk mengetahui sistem kekerabatan atau dalam menjalin hubungan, Namun adat ini sudah mulai hilang dari masyarakat Batak di karenakan banyak yang tidak menggunakan Marga di belakang nama mereka. Hal tersebut menjadikan tarombo kehilangan daya Tariknya untuk mengetahui tarombo sesama mereka.
Marga Batak
Fungsi Marga bagi orang Batak adalah untuk mengatur perkawinan. Fungsi ini di jalankan dengan adat eksogami Marga dengan adat yang sampai sekarang masih di pegang teguh oleh Marga Batak. Orang Batak mengenal marga dengan arti satu asal keturunan, satu nenek moyang, sabutuha yang artinya satu perut asal.
Di dalam hubungan sosial orang Batak, Marga merupakan dasar untuk menentukan partuturan, hubungan persaudaraan, baik untuk kalangan satu marga maupun dengan orang-orang dari Marga yang lain.
Fungsi marga dalam martarombo sangatlah penting untuk di gunakan karena orang Batak selalu dikenal dengan marganya. Marga merupakan sarana untuk menandakan dan mengetahui silsilah keturuan dari marganya. Karena bagi orang Batak marga sangtlah berperan penting di karenakan itu merupakan bukti tanda bagi identitas terutama dalam pergaulan.
Marga sangat menandakan silsilah keturunan, mempersatukan persaudaraan, marga juga bisa menjadi modal dalam bergaul, memberikan banyak jalan hidup.
Marga sangat menandakan silsilah keturunan, mempersatukan persaudaraan, marga juga bisa menjadi modal dalam bergaul, memberikan banyak jalan hidup. Contohnya di dalam perantauan, sehingga mudah mendekatkan diri kepada kerabat semarga dan mudah pula dalam mencari relasi baik untuk pekerjaan ataupun hal lainnya.
Sesama satu marga dilarang untuk saling menikahkan. Laki-laki yangmembentuk kelompok kekerabatan, perempuan menciptakan hubungan saudara yang besan atau martondong karena perempuan harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain. Selain di cantumkan marga, harus tau juga silsilah atau tarombo karena kedua hal itu sangatlah wajib bagi orang Batak.
Pemberian marga dalam adat Batak tidak hanya saat pernikahan, melainkan ketika seseorang memilki hubungan baik dengan teman atau sahabat. Maka orang tersebut dapat di “naturalisasikan menjadi seseorang yang bermarga. Proses pemeberian marga itu sendiri melewati upacara adat khusus dan hukumnya (orang yang diberi marga) adalah kuat keanggotaannya berdasarkan pertalian darah.
Kalender Batak
Parhalaan adalah kalender Batak Toba terdahulu yang sampai sekarang masih teap di pedomani untuk mencari dan menentukan hari yang baik dalam pelaksanaan suatu upacara adat maupun tradisi pada budaya batak
Parhalaan ini dapat digunakan dalam setiap upacara adat Batak Toba, misalnya: menggelar pesta perkawinan, upacara mangokkal holi, upacara Saurmatua, membangun dan memasuki rumah, upacara panen, dan sebagainya. Parhalaan ini berisi nama-nama hari dan nama-nama bulan seta lambing dari masing-masing hari.
Nama-nama bulan Batak,antara lain:
- Sipaha sada adalah bulan pertama
- Sipaha dua adalah bulan kedua
- Sipaha tolu adalah bulan ketiga
- Sipaha opat adalah bulan keempat
- Sipaha lima adalah bulam kelima
- Sipaha onom adalah bulan keenam
- Sipaha pitu adalah bulan ketujuh
- Sipaha ualu adalah bulan kedelapan
- Sipaha sia adalah bulan kesembilan
- Sipaha sampulu adalah bulan kesepuluh
- Li adalah bulan ke sebelas
- Hurung adalah bulan keduabelas
- Bulan lamadu (tiga tahun sekali)
Padan Atau Janji Marga
Dalam suku bangsa Batak, selain marga yang satu nenek moyang (satu marga) ditabukan untuk saling kawin, dikenal juga padan (janji atau ikrar) antar marga yang berbeda untuk tidak saling kawin. Marga-marga tersebut sebenarnya bukanlah satu nenek moyang lagi dalam rumpun persatuan atau pun paradaton, tetapi marga-marga tersebut telah diikat padan (janji atau ikrar) agar keturunan mereka tidak saling kawin oleh para nenek moyang pada zaman dahulu. Antar marga yang diikat padan itu disebut dongan padan