Raja Sijorat Panjaitan: anak Raja Siponot Panjaitan
Raja Sijorat: anak Raja Siponot Panjaitan dan Pintauli Boru Hutapea, Generasi Ke-4 marga Panjaitan.

Tugu dan Makam Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan terletak di desa Matio, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia
Source: jelajahkepri.com
Author: redaksi jelajahkepri.com
Perbedaan Silsilah (Tarombo) Silundu Ni Pahu
Dalam cerita mengenai Silundu Ni Pahu, terdapat perbedaan penting dalam catatan silsilah (Tarombo) marga Panjaitan, terutama antara kelompok keturunan yang berasal dari Sitorang dan Matio. Perbedaan utama ini menyangkut asal-usul dari tokoh yang sangat dihormati, Raja Sijorat Paraliman, yang juga dikenal sebagai Silundu Ni Pahu.
Versi dari Keturunan Sitorang
Menurut catatan silsilah yang dipegang oleh keturunan Sitorang (Pomparan Raja Siponot), Silundu Ni Pahu diyakini sebagai putra kandung dari Raja Siponot. Dalam pandangan ini, Pintauli boru Hutapea dianggap sebagai istri dari Raja Siponot, dan bukan istri dari Raja Situngo Naiborngin.
Versi dari Keturunan Matio
Sementara itu, keturunan Panjaitan yang berada di Matio memiliki catatan silsilah yang berbeda. Mereka meyakini bahwa Silundu Ni Pahu adalah putra dari Raja Situngo Naiborngin dari istri pertamanya yang bernama Pintauli boru Hutapea. Dalam versi ini, Raja Sijorat Paraliman adalah nama lain dari Silundu Ni Pahu.
Perbedaan ini menjadi sangat signifikan karena terjadi pada generasi ketiga setelah Raja Situngo Naiborngin. Diyakini bahwa pada titik inilah terjadi pembagian dalam kelompok besar Marga Panjaitan. Oleh karena itu, masing-masing kelompok keturunan cenderung kuat mempertahankan versi silsilah mereka sebagai bagian penting dari identitas keluarga dan sejarah leluhur mereka.
Adanya perbedaan Tarombo antara kelompok Sitorang dan Matio ini menunjukkan betapa kayanya sejarah dan tradisi lisan dalam masyarakat Batak. Meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai garis keturunan, sikap saling menghargai perbedaan ini tetap penting untuk menjaga kerukunan dan mempererat hubungan kekeluargaan dalam keseluruhan Marga Panjaitan.
Peresmian Tugu dan Makam Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan di Matio-Balige
Informasi ini bersumber dari situs jelajahkepri.com dalam artikel yang berjudul Sah, Tugu dan Makam Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan di Resmikan di Matio-Balige .
Tugu dan makam Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan secara resmi telah diresmikan di Desa Matio, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, pada Sabtu, 9 November 2019.
Acara peresmian ini berlangsung selama dua hari, dimulai pada hari Jumat (8/11) hingga Sabtu (9/11). Hari pertama tercatat dihadiri sekitar 700 orang, sedangkan keesokan harinya jumlah pengunjung meningkat drastis hingga mencapai 2.000 orang. Seluruh peserta yang hadir merupakan keturunan dari Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan.
Berdasarkan laporan dari media, pembangunan tugu dan makam tersebut memakan waktu lebih dari tiga bulan. Proyek ini dikerjakan di Desa Matio, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, dan puncak peresmiannya dilakukan pada Sabtu, 9 November 2019.
Rangkaian acara di hari pertama, Jumat (8/11), diawali dengan kunjungan ke Liang Sipege yang terletak di Desa Hutagaol, Kecamatan Balige, sebuah lokasi gua yang memiliki makna penting bagi para keturunan Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan.
Menurut pernyataan salah satu keturunannya, Liang Sipege dipercaya sebagai tempat kelahiran Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan. Ibunda yang melahirkan beliau adalah Pintauli boru Hutapea yang berasal dari Laguboti.
Ketua panitia pembangunan, Jhonson Panjaitan, mengungkapkan bahwa tugu dan makam dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 2.000 meter persegi, dengan total biaya yang dikeluarkan mencapai sekitar 1 miliar rupiah.
Dalam pembangunan tersebut, tidak hanya dibangun tugu Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan, tetapi juga makam beberapa leluhur lainnya, yaitu:
- Makam Raja Situngo Naiborngin Panjaitan bersama istrinya Pintauli boru Hutapea
- Makam Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan dan istrinya Mangisi boru Simorangkir
- Makam Sanggak Nai Borngin Panjaitan dan istrinya Tapian boru Hutapea
Masih menurut Jhonson Panjaitan, latar belakang dari pembangunan tugu dan makam ini adalah untuk memperkuat persatuan dan kesatuan seluruh keturunan Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri.
“Tujuan utama pembangunan Tugu dan Makam ini adalah agar generasi Panjaitan, terutama keturunan Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan, dapat terus bersatu dan melakukan hal-hal terbaik demi kemajuan keturunan mereka di manapun berada,” ungkapnya.
Dalam acara peresmian tersebut turut hadir perwakilan marga Hutapea dari Laguboti yang merupakan Tulang (paman), serta Hula-hula Simorangkir dari Tarutung.
Dalam sambutannya, kedua marga tersebut menyampaikan harapan bahwa dengan adanya pembangunan tugu dan makam ini, hubungan persaudaraan di antara mereka akan menjadi semakin erat.
Kegiatan hari pertama, Jumat (8/11), juga mencakup prosesi penggalian tulang belulang leluhur, yaitu Mangisi boru Simorangkir dan suaminya Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan. Selain itu, dilakukan juga pengangkatan benda-benda bersejarah milik beliau, doa adat (Martonggo Raja), pertunjukan Tor-tor, dan peletakan tulang belulang ke dalam makam yang baru.
Setelah itu, seluruh keturunan Silundu Nipahu Raja Sijorat Paraliman Panjaitan mengadakan pertemuan besar atau rapat Martabat, kemudian dilanjutkan dengan manortor sebagai tanda dimulainya kegiatan peresmian yang disebut menaikkan Ogung Sabangunan.
“Puncak peresmian tugu dan makam ini berlangsung pada Sabtu, 9 November 2019. Jumlah keturunan yang hadir diperkirakan mencapai 2.000 orang,” ucap Jhonson Panjaitan.
Panitia acara juga mengundang unsur pemerintah setempat, termasuk Kepala Desa Matio beserta jajarannya, serta tokoh adat di wilayah tersebut.
Menanggapi kegiatan tersebut, Rabin Panjaitan selaku Kepala Desa Matio, Kecamatan Balige, menyampaikan apresiasinya terhadap pelaksanaan acara itu.
“Kami sudah lama menanti agar makam leluhur ini dapat dipugar, dan akhirnya sekarang waktunya telah tiba,” tutur Rabin Panjaitan.