Mengenal Boru Pandiangan: Istri dari Toga Sidabutar, Toga Sijabat, Toga Siadari dan Toga Sidabalok
Menelusuri jejak Boru Pandiangan, Istri dari Toga Sidabutar, Toga Sijabat, Toga Siadari dan Toga Sidabalok

Raja Sidabutar, leluhur marga Sidabutar, dimakamkan di sarkofagus di Tomok, Simanindo, dan Samosir. Sarkofagus tersebut memiliki ciri khas ukiran wajah Raja Sidabutar pada tutup bagian depannya.
Source: googleusercontent.com
Author: alfin daely
Boru Pandiangan adalah sosok perempuan dalam kisah yang penuh tragedi, sejarah, dan nilai adat dari keturunan Guru Sotindion. Ia menikah dengan empat putra Guru Sotindion: Toga Sidabutar, Toga Sijabat, Toga Siadari, dan Toga Sidabalok.
Toga Sidabutar, sebagai anak sulung, menikahi Boru Pandiangan. Namun, ia wafat saat sang istri sedang mengandung. Anak mereka kemudian menyandang marga Sidabutar, mengikuti garis keturunan ayah.
Menurut adat lama yang dikenal sebagai mangabia, adik keduanya, Toga Sijabat, kemudian menikahi Boru Pandiangan. Sayangnya, ia pun meninggal ketika istrinya masih mengandung. Anak mereka menggunakan marga Sijabat.
Hal serupa dialami oleh Toga Siadari, suami ketiga Boru Pandiangan. Ia juga meninggal dunia saat sang istri mengandung, dan anaknya menyandang marga Siadari.
Akhirnya, si bungsu Toga Sidabalok menikahi Boru Pandiangan. Dari pernikahan ini lahir seorang anak yang menyandang marga Sidabalok.
Setelah kehilangan ketiga saudaranya, Toga Sidabalok dan Boru Pandiangan memikul tanggung jawab besar: membesarkan semua anak dari pernikahan sebelumnya dan anak mereka sendiri. Mereka hidup bersama dalam satu rumah tangga besar yang dipersatukan oleh kasih sayang dan semangat kebersamaan—sebuah cerminan dari komitmen keluarga dalam menjaga persatuan.
Keturunan dari keempat anak ini kemudian dikenal dengan gelar Raja Si Opat Ama. Gelar ini bukan untuk empat saudara kandung tersebut, melainkan untuk anak-anak mereka: Toga Sidabutar, Toga Sijabat, Toga Siadari, dan Toga Sidabalok. Sebutan ini menggambarkan bahwa mereka adalah empat bapak dengan satu ibu, yaitu Boru Pandiangan.
Komitmen dari keempat keturunan ini yang dikenal sebagai Si Opat Ama diwujudkan dalam nilai-nilai gotong royong, persaudaraan, dan sumpah adat yang mereka pegang teguh:
“Sisada Lulu Anak, Sisada Lulu Boru”
Mereka juga merupakan bagian dari keturunan Raja Nai Ambaton (PARNA). Dalam tradisi ini, mereka menjunjung tinggi larangan untuk menikah dengan sesama marga, sebagai bentuk penghormatan terhadap kemurnian garis keturunan dan kehormatan adat.