Logo Ebatak
Ebatak | Ensiklopedia Batak
Ensiklopedia Batak

Silsilah, Partuturan dan Tarombo Marga Tamba

Marga Tamba: Warisan Tamba Tua, Generasi ke-6 dari Si Raja Batak. Marga Tamba memiliki cabang turunan marga Siallagan, Turnip, Sidabutar, Sijabat, Sidari, Sidabalok, Rumahorbo, Napitu dan Sitio.


Tugu Ompu Raja Tamba Tua
Tugu Ompu Raja Tamba Tua
Tugu Op. Raja Tamba Tua Op Boru Malau Pase di Desa Tamba - Sitio-tio
Source: pomparanrajanaiambaton.blogspot.com
URL: https://pomparanrajanaiambaton.blogspot.com/2011/07/peninggalan-bersejarah-pomparan-tamba.html
Author: Admin pomparanrajanaiambaton.blogspot.com

Di Negeri Tamba, terdapat sebuah cerita mengenai warisan yang menjadi hak keturunan Tamba. Warisan ini merupakan peninggalan dari opung Mata Raja, yaitu Saragi Tua, serta peninggalan dari ayahnya, Tuan Binur. Cerita ini melibatkan empat tokoh penting: Lango Raja, Saing Raja, Mata Raja, dan Deak Raja. Mereka berunding untuk meminta penjelasan mengenai warisan yang menjadi hak mereka, dan akhirnya diputuskan bahwa Mata Raja akan menjadi utusan untuk mencari keterangan lebih lanjut mengenai warisan tersebut.

Tujuan Kedatangan Mata Raja

Pada hari yang baik, Mata Raja memulai perjalanan menuju Negeri Tamba dengan tujuan untuk memastikan bagian warisan yang menjadi haknya. Setibanya di sana, Mata Raja disambut oleh keluarganya yang berasal dari keturunan Tuan Sorba Di Julu, yaitu keturunan Tamba Tua: Tuan Sitonggor Dolok, Tuan Sitonggor Lumban Tonga, dan Tuan Sitonggor Lumban Toruan.

Dengan penuh hormat, Tamba bersaudara bertanya mengenai tujuan kedatangan Mata Raja, yang menjelaskan bahwa ia datang untuk menanyakan warisan peninggalan opung dan ayahnya di tanah Tamba. Tamba bersaudara mengakui adanya peninggalan Tuan Binur dan Saragi Tua di tanah tersebut.

Pembagian Warisan

Setelah beberapa hari berunding, Tamba bersaudara mengajak Mata Raja untuk pergi ke Golat (sebuah tempat di tanah Tamba). Di sana, mereka membuat ikrar untuk membagi warisan tersebut dengan adil. Pembagian warisan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  • Bagian keturunan Tamba Tua: Golat untuk Tuan Sitonggor Dolok, Tuan Sitonggor Lumban Tonga, dan Tuan Sitonggor Lumban Toruan.
  • Bagian Mata Raja: Golat untuk Saragi Tua sebagai warisan yang diterima Mata Raja.

Setelah ikrar ini dipastikan, rasa puas menghinggapi kedua belah pihak, dan mereka pun mengadakan pesta besar, yaitu pesta bolon. Pesta ini melibatkan semua unsur masyarakat Dalihan Natolu, termasuk dongan tubu, serta keturunan Ompu Raja Nabolon.

Simbolisme dalam Pesta

Pada pesta tersebut, mereka mengorbankan kerbau (horbo sitingko tanduk), membuat si jambe ihur, dan melakukan siopat pusoran (upacara adat) sebagai simbol kegembiraan dan persatuan. Kerbau, yang memiliki empat kaki, melambangkan kesatuan empat pihak yang saling bekerja sama, yaitu:

  • Mata Raja
  • Tuan Sitonggor Dolok
  • Tuan Sitonggor Lumban Tonga
  • Tuan Sitonggor Lumban Toruan

Simbol ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan, mereka tetap bersatu dan merayakan keberhasilan bersama.

Kenapa Mata Raja Terpilih?

Dari cerita ini, kita bisa melihat bahwa Mata Raja memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Meskipun dalam tradisi Batak, biasanya yang tertua yang mewakili keluarga dalam urusan penting, Mata Raja dipilih sebagai utusan untuk menyelesaikan masalah warisan. Ini menunjukkan bahwa Mata Raja dianggap memiliki kebijaksanaan, kemampuan, dan ketegasan dalam menangani masalah.

Kemampuan ini dapat dilihat dari bagaimana ia mampu menjaga hubungan baik dengan Tamba bersaudara dan memastikan bahwa warisan dibagi dengan adil tanpa menimbulkan konflik. Keputusan untuk memilihnya bukanlah hal yang biasa, mengingat dalam budaya Batak yang berlandaskan hukum patrilineal, biasanya yang tertua lebih sering diberi tanggung jawab tersebut.

Perihal Panjouon antara Napitu dan Sitio

Dalam kisah mengenai Napitu dan Sitio yang kembar, sebuah kesulitan muncul saat kelahiran mereka. Minimnya penerangan pada saat itu menyebabkan ketidakjelasan mengenai urutan kelahiran keduanya. Akibatnya, tidak dapat dipastikan secara pasti siapa di antara mereka yang lahir lebih dulu.

Untuk mengatasi ketidakpastian ini, sebuah kesepakatan dicapai berdasarkan usia. Diputuskan bahwa saudara kembar yang lebih tua akan dianggap sebagai "siabangan", sementara yang lebih muda akan menyandang gelar "sianggian" di antara Napitu dan Sitio.

Marga Tamba adalah marga yang diwariskan oleh Tamba Tua. Tamba Tua adalah Generasi ke-6 dari Si Raja Batak. Marga Tamba memiliki cabang turunan marga Siallagan, Turnip, Sidabutar, Sijabat, Sidari, Sidabalok, Rumahorbo, Napitu dan Sitio.Marga Tamba berasal dari Sitio-Tio, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Indonesia Marga ini digunakan oleh etnis Batak dari suku Toba.

Berikut ini adalah beberapa jawaban dari pertanyaan yang sering ditanyakan terkait marga Tamba

Marga Tamba merupakan salah satu marga yang digunakan oleh etnis Batak dari suku Toba.

Marga Tamba termasuk dalam kelompok marga Pomparanni Raja Nai Ambaton (Parna).

Marga Tamba berasal dari Sitio-Tio, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Indonesia

Mataniari Binsar dari Tamba adalah Marga Malau, karena Boru Malau Pase istrinya, merupakan keturunan dari marga tersebut.

Marga Tamba marpadan atau ikrar janji dengan marga Manurung sesuai dengan kebiasaan tradisi Batak, marga yang marpadan tidak dapat saling menikahi, hal ini bisa saja berubah jika ada kesepakatan kembali antar marga tersebut.

Marga Tamba memiliki tugu sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur mereka di daerah asalnya, seperti halnya beberapa marga Batak lainnya. Tugu marga Tamba dapat ditemukan di Tamba Dolok, Sitio-Tio, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Indonesia.

Marga Tamba umumnya didominasi oleh individu yang berkeyakinan Kristen dan Islam, namun ada juga sebagian yang beragama Hindu, Buddha, dan kepercayaan lainnya, termasuk kepercayaan lokal serta keyakinan lainnya.

Keturunan marga Tamba adalah anggota keluarga dari generasi-generasi berikutnya yang masih memiliki garis keturunan dari Tamba Tua. Anak dari Tamba Tua adalah Tuan Sitonggor Dolok, Tuan Sitonggor Lumban Tonga dan Tuan Sitonggor Lumban Toruan.

Selasa, 22 September 2020, 09:08 | Rabu, 16 April 2025, 09:14 | oleh Regina

kuliner

Adat Batak

Wisata Alam

Napak Tilas

Mitologi

Sejarah