Logo Ebatak
Ebatak | Ensiklopedia Batak
Ensiklopedia Batak

Aek Sipitu Dai: Mata Air Tujuh Rasa yang Sarat Makna

Aek Sipitu Dai: Warisan Guru Tatea Bulan


Destinasi wisata Aek Sipitu Dai
Destinasi wisata Aek Sipitu Dai
Aek Sipitu Dai terletak di Desa Limbong, Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Sumatera Utara, dan dianggap sebagai situs sakral bagi masyarakat Batak.
Source: bpodt.id
Author: Arjuna Bakkara

Aek Sipitu Dai atau Air Tujuh Rasa merupakan destinasi wisata dan situs sakral yang dipercaya memiliki berbagai khasiat oleh masyarakat Batak. Terletak di Desa Limbong Mulana, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, tempat ini diyakini sebagai peninggalan Guru Tatea Bulan, anak pertama Raja Batak. Selain memiliki makna spiritual, Aek Sipitu Dai juga menarik dari sisi geologi karena terbentuk dari aktivitas vulkanik setelah letusan supervolcano Toba.

Wisatawan yang datang ke sini tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga mengikuti berbagai ritual yang telah diwariskan turun-temurun. Tujuh pancuran air di lokasi ini dipercaya memiliki fungsi dan rasa yang berbeda-beda, serta memberikan berkah bagi yang mempercayainya. Keunikan ini membuat Aek Sipitu Dai menjadi salah satu destinasi wisata budaya dan spiritual yang menarik di Sumatera Utara.

AdBlock Terdeteksi!

Mohon nonaktifkan AdBlock agar bisa mengakses seluruh konten. Kami bergantung pada iklan untuk terus berjalan.

Menunggu AdBlock dinonaktifkan...

Daftar Isi

Area Partonggoan atau tempat utama yang harus disinggahi terlebih dahulu disinggahi untuk berdoa sebelum berziarah ke tujuh pancuran Aek Sipitu Dai
Area Partonggoan atau tempat utama yang harus disinggahi terlebih dahulu disinggahi untuk berdoa sebelum berziarah ke tujuh pancuran Aek Sipitu Dai<br>Sumber air ini sering kali dikaitkan dengan cerita Guru Tatea Bulan, leluhur masyarakat Batak, yang diyakini menggunakan Aek Sipitu Dai sebagai tempat bersemedi.<br>Source: bpodt.id<br>Author: Arjuna Bakkara

Aek Sipitu Dai memiliki tujuh pancuran air yang masing-masing memiliki makna khusus. Pancuran pertama disebut Pancuran Poso-poso, diperuntukkan bagi bayi yang mengalami gangguan kesehatan. Pancuran kedua, Pancuran Nasohaguguan, dipercaya membantu anak gadis dalam menemukan jodohnya. Pancuran ketiga, Pancuran Sait Ladang, digunakan oleh pasangan suami-istri yang belum dikaruniai keturunan.

Pancuran keempat, Pancuran Sibaso Bolon, berkaitan dengan perempuan yang sedang hamil agar persalinannya lancar. Pancuran kelima, Pancuran Pangulu Raja, diperuntukkan bagi para pemimpin agar bijaksana dan rendah hati dalam menjalankan tugasnya. Pancuran keenam, Pancuran Guru Tatea Bulan, khusus bagi keturunan Guru Tatea Bulan untuk memperoleh berkah dan kemakmuran.

Pancuran ketujuh, Pancuran Pasur Hela, diperuntukkan bagi para menantu dalam keluarga Batak agar diberikan rezeki dan kelancaran hidup. Selain itu, setiap pancuran ini juga dipercaya memiliki rasa yang berbeda, mulai dari asin, bersoda, pahit, hingga tawar. Keunikan ini semakin menambah daya tarik bagi para wisatawan dan peziarah yang datang untuk berdoa dan memohon berkah.

Batu sungai yang dibei lubang berbentuk lesung sebagai wadah untuk menumbuk kelapa berjemur dan jeruk purut yang difungsikan sebagai shampo alami
Batu sungai yang dibei lubang berbentuk lesung sebagai wadah untuk menumbuk kelapa berjemur dan jeruk purut yang difungsikan sebagai shampo alami<br>Air di Aek Sipitu Dai mengalir melalui tujuh pancuran, masing-masing dipercaya melambangkan tujuh putri dari Guru Tatea Bulan<br>Source: bpodt.id<br>Author: Arjuna Bakkara

Aek Sipitu Dai memiliki hubungan erat dengan sejarah dan mitologi Batak. Menurut kepercayaan orang batak tempat ini diwariskan oleh Guru Tatea Bulan, salah satu leluhur suku Batak. Selain aspek spiritual, secara geologi, pancuran ini terbentuk akibat aktivitas magma pasca letusan gunung api supervolcano Toba. Proses ini menyebabkan keluarnya air dari batuan vulkanik yang membawa berbagai mineral, sehingga memunculkan perbedaan rasa pada setiap pancuran.

Hingga kini, masyarakat setempat masih menjaga kesakralan tempat ini dengan berbagai tradisi dan ritual. Peziarah yang datang biasanya membawa sesajen berupa beras, sirih ganjil, dan telur ayam kampung sebagai simbol rezeki. Air dari pancuran ini juga sering dibawa pulang oleh pengunjung, dengan pantangan untuk tidak meletakkannya langsung di lantai tanpa alas.

Selain itu, terdapat jejak sejarah dalam bentuk batu berlubang yang dulunya digunakan untuk menumbuk jeruk purut dan kelapa sebagai bahan pencuci rambut oleh leluhur Batak. Keunikan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin menyelami lebih dalam tradisi dan budaya Batak.

Aek Sipitu Dai bukan sekadar destinasi wisata biasa, tetapi juga merupakan tempat yang sarat akan sejarah, tradisi, dan nilai spiritual bagi masyarakat Batak. Dengan tujuh pancurannya yang memiliki makna dan rasa berbeda, tempat ini menjadi lokasi yang menarik untuk dikunjungi, baik bagi wisatawan yang ingin berziarah maupun mereka yang tertarik dengan keunikan geologi dan budaya Batak.

Jika Anda berencana berkunjung, pastikan untuk menjaga kesopanan dan kebersihan selama berada di kawasan ini. Aek Sipitu Dai adalah warisan leluhur yang harus dijaga agar tetap lestari bagi generasi mendatang.

Kamis, 01 Januari 1970, 07:00 | Kamis, 20 Maret 2025, 14:55 | oleh Regina

Napak Tilas