Badia Raja Barimbing: Parturuan anak Raja Mataniari
Badia Raja: anak Raja Mataniari dan Boru Sitorus, Generasi Ke-2 marga Barimbing.

Keputusan Badiaraja untuk mengadopsi marga Sitompul bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. Dalam budaya Batak, marga bukan sekadar nama keluarga, tetapi juga mencerminkan ikatan genealogis, identitas sosial, dan hak serta kewajiban dalam komunitas adat.
Source: ebatak.com
Author: Regina
Dari istri keduanya, Boru Sitorus, Raja Mataniari dikaruniai dua putra, yaitu Soddiraja dan Badiaraja. Dalam perkembangan sejarah keluarga mereka, Soddiraja tetap menggunakan marga Silaen, sementara Badiaraja memilih jalan berbeda. Ia memutuskan untuk merantau ke Lobu Simataniari, sebuah daerah yang kelak menjadi bagian penting dalam perjalanan hidupnya. Di sana, Badiaraja tidak hanya menetap, tetapi juga bergabung dengan marga Sitompul, sebuah keputusan yang membawa dampak sosial dan budaya bagi keturunannya.
Keputusan Badiaraja untuk mengadopsi marga Sitompul bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. Dalam budaya Batak, marga bukan sekadar nama keluarga, tetapi juga mencerminkan ikatan genealogis, identitas sosial, dan hak serta kewajiban dalam komunitas adat. Bergabungnya Badiaraja dengan marga Sitompul menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kedua marga tersebut, yang diperkuat melalui perjanjian persaudaraan yang disebut parpadanan. Dalam perjanjian ini, marga Tampubolon dan Sitompul diikat sebagai saudara kandung dalam komunitas Batak, yang berarti mereka memiliki kewajiban moral untuk saling membantu dan menjaga satu sama lain.Konsep parpadanan dalam masyarakat Batak memiliki nilai penting dalam membangun hubungan sosial yang harmonis. Dalam kasus Badiaraja, adopsi marga Sitompul dan perjanjian persaudaraan yang menyertainya mencerminkan prinsip gotong royong, kebersamaan, serta kesetiaan terhadap nilai-nilai leluhur. Hal ini juga memperlihatkan bagaimana struktur sosial Batak tidak selalu kaku, tetapi memiliki ruang untuk perubahan yang tetap menjaga prinsip adat dan kehormatan keluarga. Perpindahan marga bukan berarti meninggalkan asal-usulnya, tetapi justru memperluas jaringan kekerabatan yang lebih luas dalam komunitas.Di sisi lain, keturunan Soddiraja tetap mempertahankan marga Silaen, melanjutkan garis keturunan dari Raja Mataniari dengan identitas yang lebih tradisional. Mereka berkembang di berbagai wilayah, terutama di daerah Tapanuli dan sekitarnya, menjadi bagian dari masyarakat Batak yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya. Sementara itu, keturunan Badiaraja dengan marga Sitompul tumbuh dengan identitas baru, tetapi tetap memiliki hubungan darah yang tidak terputus dengan garis keturunan asalnya.Kisah ini mencerminkan bagaimana fleksibilitas sosial dalam adat Batak tetap berada dalam koridor nilai-nilai luhur. Meskipun ada pergeseran dalam penggunaan marga, hubungan kekerabatan tetap dijaga melalui perjanjian adat seperti parpadanan. Keputusan Badiaraja untuk bergabung dengan marga Sitompul bukan hanya sekadar langkah praktis dalam kehidupannya, tetapi juga simbol dari persaudaraan yang diperkuat oleh adat dan kepercayaan masyarakat Batak. Hal ini menjadi bukti bahwa dalam budaya Batak, ikatan keluarga tidak hanya diwariskan melalui darah, tetapi juga melalui komitmen adat yang mengikat seumur hidup.