Alang Pardosi Barimbing: Parturuan anak Raja Mataniari
Alang Pardosi: anak Raja Mataniari dan Boru Borbor, Generasi Ke-2 marga Barimbing.

Alang Pardosi memilih untuk bergabung dengan kelompok yang telah lebih dahulu menggunakan marga Pohan di Barus.
Source: ebatak.com
Author: Regina
Setelah berpindah ke Barus, Raja Mataniari memiliki dua putra dari istri ketiganya, Boru Borbor, yaitu Alang Pardosi dan Raja Unduk. Keberadaan mereka di Barus menandai fase penting dalam sejarah marga dan dinamika sosial masyarakat Batak di wilayah tersebut. Barus, yang dikenal sebagai pusat perdagangan sejak abad ke-7, menjadi tempat interaksi berbagai budaya dan etnis, termasuk komunitas Batak.
Alang Pardosi memilih untuk bergabung dengan kelompok yang telah lebih dahulu menggunakan marga Pohan di Barus. Langkah ini menunjukkan fleksibilitas dalam sistem kekerabatan Batak, di mana individu atau kelompok dapat berintegrasi dengan marga lain melalui proses sosial tertentu. Keturunan Alang Pardosi kemudian dikenal sebagai Pohan Barus, sebuah identitas yang menggabungkan garis keturunan baru dengan komunitas yang sudah ada.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua anggota Pohan Barus berasal langsung dari garis keturunan Tuan Sihubil. Pertemuan antara keturunan Alang Pardosi dengan keturunan Sibagot ni Pohan yang telah lama menetap di Barus menciptakan identitas marga yang lebih luas. Hal ini mencerminkan dinamika sosial di Barus, di mana interaksi antara pendatang baru dan penduduk asli menghasilkan identitas kekerabatan yang kompleks.
Keputusan Alang Pardosi untuk bergabung dengan marga Pohan juga dipengaruhi oleh peran Raja Mataniari sebagai penguasa tanah di Barus. Sebagai tokoh berpengaruh, Raja Mataniari memiliki otoritas yang memungkinkan integrasi keturunannya ke dalam struktur sosial yang ada. Hal ini menunjukkan bagaimana kekuasaan politik dan hubungan kekerabatan saling mempengaruhi dalam pembentukan identitas marga di masyarakat Batak.
Pembentukan Pohan Barus sebagai identitas marga yang mengikat keturunan Alang Pardosi dengan komunitas yang lebih luas di Barus menggambarkan adaptasi dan integrasi budaya. Meskipun berasal dari garis keturunan yang berbeda, melalui proses sosial dan politik, mereka berhasil membentuk identitas bersama yang dihormati dalam masyarakat. Hal ini menekankan fleksibilitas dan inklusivitas dalam sistem marga Batak, yang memungkinkan pembentukan identitas baru tanpa menghilangkan akar leluhur mereka.