Logo Ebatak
Ebatak | Ensiklopedia Batak
Ensiklopedia Batak

Asal Usul Marga dan Desa Sipahutar

Asal Usul Marga dan Desa Sipahutar: Sejarah dan Perkembangannya


Gapura Selamat Datang di Kecamatan Sipahutar
Gapura Selamat Datang di Kecamatan Sipahutar
Sipahutar adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kota kecamatan ini terletak di Desa Sipahutar
Source: ebatak.com

Marga Sipahutar memiliki sejarah yang menarik dan penuh kisah turun-temurun. Banyak orang yang sudah familiar dengan cerita ini, namun tak sedikit pula yang penasaran tentang bagaimana asal usul marga ini. Cerita yang beredar mengungkapkan bahwa Raja Sipahutar, yang juga dikenal dengan julukan "Sopiak Langit," memiliki latar belakang yang unik. Gelar tersebut diberikan kepadanya karena masalah penglihatan yang kurang sempurna. Konon, tanah kelahiran Sopiak Langit terletak di sebuah kampung di pinggiran Danau Toba, sekitar kota Porsea.

Sejak kecil, Sopiak Langit dikenal sebagai sosok yang mempelajari perdukunan dan memiliki kemampuan luar biasa. Dia dihormati sekaligus ditakuti oleh banyak orang karena kesaktiannya. Kekuatan ini yang akhirnya mempertemukannya dengan seorang pariban bernama Giring Panaitan Boru Hasibuan, putri dari Hasibuan Daturara, yang kelak menjadi istrinya. Dari pernikahannya, lahirlah tiga anak yang kemudian menjadi bagian dari sejarah marga Sipahutar.

Daftar Isi

Tambak Sopiak Langit Raja Sipahutar
Tambak Sopiak Langit Raja Sipahutar<br>Sejak kecil, Sopiak Langit dikenal sebagai sosok yang mempelajari perdukunan dan memiliki kemampuan luar biasa. Dia dihormati sekaligus ditakuti oleh banyak orang karena kesaktiannya. Kekuatan ini yang akhirnya mempertemukannya dengan seorang pariban bernama Giring Panaitan Boru Hasibuan, putri dari Hasibuan Daturara, yang kelak menjadi istrinya.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Dari pernikahannya dengan Boru Hasibuan, Sopiak Langit memiliki tiga anak: Hutabalian (sulung), Namora Sohataon (tengah), dan Daulai (bungsu). Namun, hanya anak kedua, Namora Sohataon, yang melanjutkan marga Sipahutar hingga saat ini. Anak bungsunya, Daulai, memilih membawa marga Daulai, sedangkan Hutabalian tidak memiliki keturunan karena dihukum oleh ayahnya. Sopiak Langit menghukum Hutabalian dengan cara yang luar biasa, yaitu meniupnya hingga ia terlempar ke Bukit Simanuk Manuk akibat perilaku tidak terpuji yang dilakukan Hutabalian.

Setelah kejadian tersebut, Sopiak Langit merasa sangat menyesal dan merenung panjang. Ia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya bersama kedua anaknya yang lain, meninggalkan istrinya, Boru Hasibuan. Mereka melakukan perjalanan panjang tanpa arah dan akhirnya mendirikan pemukiman baru yang kemudian dikenal dengan nama Desa Sipahutar. Desa ini kini menjadi bagian dari Kecamatan Sipahutar, sebagai tempat dimana Sopiak Langit menghabiskan masa hidupnya.

Gereja HKBP Sipahutar
Gereja HKBP Sipahutar<br>Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Tapanuli Utara mencatat bahwa 99,53% penduduk kecamatan Sipahutar memeluk agama Kristen, dimana Protestan 95,84% dan Katolik 3,68%, dan sebagian kecil memeluk agama Islam berjumlah 0,45% dan Parmalim 0,01%.[2] Untuk sarana rumah ibadah, terdapat 114 bangunan gereja Protestan, 7 bangunan gereja Katolik, dan 1 bangunan masjid.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Ketika kedua anak Sopiak Langit dewasa, Daulai merantau ke daerah Tapanuli Selatan, seperti Sipirok, Angkola, dan Mandailing. Dari perjalanan tersebut, marga Daulai berkembang luas dan menyebar hingga saat ini. Sementara itu, Namora Sohataon tetap menetap di Desa Sipahutar, menikah, dan memiliki dua anak: Namora Tongguon (sulung) dan Paung Bosar (bungsu). Keturunan Namora Sohataon tetap bertahan di desa itu sampai akhirnya pada tahun 1971, makam Sopiak Langit dan istrinya, Boru Hasibuan, dibangun dengan resmi.

Namun, pada akhirnya, cucu-cucu Sopiak Langit, Namora Tongguon dan Paung Bosar, meninggalkan desa untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka mewariskan tanah dan harta kepada marga Silitonga, yang kemudian menggantikan keturunan Sipahutar di desa tersebut. Kini, keturunan dari Namora Tongguon dan Paung Bosar menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Tarutung, Siborong-borong, Silangkitang, Batangtoru, dan bahkan Jakarta.

Gunung Simanuk-Manuk
Gunung Simanuk-Manuk<br>Kawasan Gunung Simanuk-Manuk Desa Jangga Dolok Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Keturunan dari Namora Tongguon terdiri dari lima orang yang tersebar di berbagai daerah. Mereka adalah Ompu Mandalo (bertempat di Lubu Singkam, Sipoholon, Tarutung, Garoga), Ompu Sahata (bertempat di Lubu Singkam, Pagar Batu, Parsingkaman/Banuaji), Ompu Rido (bertempat di Parsoburan, Garoga, Labuhan Batu), Ompu Partuhoran (bertempat di Tarutung, Siborong-borong, Sibolga), dan Ompu Raja Silaing (bertempat di Pagar Batu, Adian Koting, Pinangsori, Pahae).

Sementara itu, keturunan dari Paung Bosar berjumlah empat orang, yaitu Ompu Bela, Ompu Porhas Sohaunangan, Ompu Jokkas Ulubalang, dan Ompu Namora Sojuangon. Keturunan Paung Bosar ini tersebar di daerah-daerah seperti Tarutung, Silangkitang, Sibolga, Pinangsori, Batangtoru, dan berbagai daerah lainnya.

Tugu Raja Sipahutar
Tugu Raja Sipahutar<br>Tugu Raja Sipahutar di Sipahutar, Sipoholon, Tapanuli Utara.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Hingga saat ini, keturunan dari Raja Sipahutar yang menyebar ke seluruh penjuru negeri memberikan warna tersendiri dalam perkembangan marga Sipahutar. Dari ke-9 keturunan yang ada, marga Sipahutar terus berkembang, bahkan kini mencapai kota-kota besar termasuk DKI Jakarta. Kisah Raja Sipahutar dan keturunannya menjadi bagian penting dalam sejarah masyarakat Tapanuli, dan marga ini tetap hidup dalam setiap generasi yang meneruskan warisan nenek moyang mereka.

Kamis, 07 November 2024, 19:36 | Rabu, 19 Maret 2025, 23:09 | oleh Regina

Sejarah