Dalihan Na Tolu: Tiga Pilar Kekeluargaan dalam Budaya Batak
Somba Marhula-Hula, Elek Marboru,Manat Mardongan Tubu

Dalihan Na Tolu, konsep filosofis dari masyarakat Batak, menggambarkan tiga pilar utama yang disebut tungku yang tiga: Somba Marhula-Hula (menghormati keluarga pihak istri), Elek Marboru (mengayomi anak perempuan dan pihak yang menerima anak perempuan), dan Manat Mardongan Tubu (berhati-hati kepada teman semarga).
Source: ebatak.com
Author: Regina
Dalihan Na Tolu, atau "Tungku Berkaki Tiga," adalah konsep penting dalam budaya suku Batak yang menggambarkan tiga pilar utama dalam sistem kekerabatan dan sosial mereka. Seperti sebuah tungku yang membutuhkan tiga kaki untuk berdiri dengan stabil, masyarakat Batak memerlukan keseimbangan antara ketiga elemen ini untuk menjaga harmoni dan keberlanjutan komunitas.
Hula-Hula adalah keluarga dari pihak istri atau ibu. Mereka dihormati sebagai sumber berkat, dan penting bagi masyarakat Batak untuk menjaga hubungan baik dengan mereka. Sikap ini dikenal sebagai Somba Marhula-Hula. Menghormati hula-hula adalah tanda bahwa seseorang menghargai asal-usul dan pemberian kehidupan yang mereka terima.
Boru mengacu pada keluarga dari pihak menantu laki-laki atau anak perempuan. Boru memiliki peran penting dalam mengikat dan mempersatukan keluarga melalui pernikahan. Hubungan ini dijaga dengan sikap Elek Marboru, yang berarti ramah dan mengayomi kepada anak perempuan dan pihak yang menerima anak perempuan. Boru juga sering mendapat imbalan sebagai tanda penghargaan atas peran mereka dalam keluarga.
Dongan Tubu adalah saudara semarga yang diharapkan saling mendukung dan menjaga persaudaraan. Prinsip Manat Mardongan Tubu menekankan pentingnya berhati-hati dan saling tolong-menolong dalam komunitas. Persatuan dan kerjasama di antara teman semarga dianggap esensial untuk menjaga kekuatan dan keberlanjutan hubungan kekerabatan dalam budaya Batak.