Logo Ebatak
Ebatak | Ensiklopedia Batak
Ensiklopedia Batak

Parsadaan Tuan Sihubil

Marga Keturunan Tuan Sihubil


Tugu Tuan Sihubil dan Sapala Tua Tampuk Nabolon
Tugu Tuan Sihubil dan Sapala Tua Tampuk Nabolon
Tuan Sihubil memiliki beberapa keturunan yang terus melanjutkan garis keturunan dan marga mereka. Salah satu keturunan terkenal Tuan Sihubil adalah Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon, yang menjadi leluhur dari marga Tampubolon. Selain itu, Tuan Sihubil juga dikenal memiliki anak angkat yaitu Raja Bungabunga atau Raja Parmahan Silalahi
Source: ebatak.com
Author: Regina

Tuan Sihubil adalah seorang tokoh penting dalam sejarah masyarakat Batak yang memiliki tiga cucu langsung, yaitu Raja Mataniari, Raja ni Apul, dan Raja Siboro. Keturunan dari ketiga tokoh ini hingga saat ini masih menggunakan berbagai marga, seperti Tampubolon, Silaen, dan Baringbing, serta sebutan tambahan yang terkait dengan marga tersebut.

Marga dalam masyarakat Batak sangat berarti karena mencerminkan asal-usul dan identitas keluarga yang harus dipertahankan, meskipun pada abad ke-20 banyak tradisi Batak kuno yang mulai dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda dan agama-agama yang berkembang di masyarakat. Semua marga ini dianggap mulai digunakan pada generasi ke-10 setelah Tuan Sihubil, meskipun tidak diketahui secara pasti kapan masing-masing marga pertama kali muncul.

Daftar Isi

Badia Raja
Badia Raja<br>Keputusan Badiaraja untuk mengadopsi marga Sitompul bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. Dalam budaya Batak, marga bukan sekadar nama keluarga, tetapi juga mencerminkan ikatan genealogis, identitas sosial, dan hak serta kewajiban dalam komunitas adat.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Dari istri kedua Raja Mataniari, Boru Sitorus, lahir dua anak laki-laki, yaitu Soddiraja dan Badiaraja. Keturunan Soddiraja kelak menggunakan marga Silaen, sementara Badiaraja memutuskan untuk merantau ke Lobu Simataniari dan memilih untuk bergabung dengan marga Sitompul. Perjanjian yang dilakukan antara kedua marga ini, yang dikenal dengan istilah parpadanan, mengikat Tampubolon dan Sitompul sebagai saudara kandung dalam komunitas Batak.

Pilihan Badiaraja untuk mengadopsi marga Sitompul ini menggambarkan kekuatan ikatan persaudaraan yang terjalin dalam masyarakat Batak, serta memperlihatkan bagaimana marga ini menjadi identitas keluarga yang dihormati dan diterima dalam masyarakat.

Alang Pardosi
Alang Pardosi<br>Alang Pardosi memilih untuk bergabung dengan kelompok yang telah lebih dahulu menggunakan marga Pohan di Barus.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Raja Mataniari, setelah berpindah ke Barus, memiliki dua anak laki-laki dari istri ketiganya, Boru Borbor, yaitu Alang Pardosi dan Raja Unduk. Keturunan Alang Pardosi bergabung dengan kelompok yang sudah lebih dahulu menggunakan marga Pohan, yang telah ada di Barus, dan selanjutnya dikenal sebagai Pohan Barus.

Meskipun tidak semua keturunan Pohan Barus berasal langsung dari Tuan Sihubil, pertemuan antara keturunan Alang Pardosi dengan keturunan Sibagot ni Pohan yang telah lama ada di Barus mengarah pada penggunaan marga tersebut. Ini memperlihatkan bagaimana marga Pohan Barus terbentuk, sebagai identitas yang mengikat keturunan Alang Pardosi dengan komunitas yang lebih luas di Barus, meskipun peran Raja Mataniari sebagai penguasa tanah di sana juga turut mempengaruhi.

Raja Unduk
Raja Unduk<br>Raja Unduk, putra Raja Mataniari dari istri ketiganya, Boru Borbor, memilih meninggalkan Barus dan berkelana ke Tanah Karo. Di sana, ia mendirikan sebuah pemukiman yang dikenal sebagai Barus Jae. Keputusan ini menandai awal mula penyebaran keturunannya di wilayah Karo, yang kemudian dikenal dengan marga Karokaro Barus atau Karokaro Sitepu.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Raja Unduk, anak dari Raja Mataniari yang lain, memilih untuk meninggalkan Barus dan berkelana ke tanah Karo, mendirikan kampung Barus Jae, dan menurunkan keturunan yang menggunakan marga Barus. Keturunan Raja Unduk kemudian dikenal dengan sebutan Karokaro Barus atau Karokaro Sitepu, yang mencerminkan perjalanan mereka dari Barus ke tanah Karo.

Pilihan marga Barus ini menunjukkan bagaimana keluarga Raja Unduk beradaptasi dengan kehidupan baru mereka di Karo, sekaligus memperlihatkan pentingnya marga sebagai penanda sejarah dan identitas keluarga yang terjalin dengan daerah tempat mereka menetap.

Tampubolon Sibolahotang
Tampubolon Sibolahotang<br>Sebagian keturunan Raja ni Apul menggunakan marga Tampubolon dengan tambahan sebutan Sibolahotang atau Sitappulak. Sebutan ini berkaitan dengan keturunan melalui Raja Marburak dan Pangahut, yang membawa mereka ke dusun Sitappulak di Balige.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Sebagian keturunan Raja ni Apul menggunakan marga Tampubolon dengan tambahan sebutan Sibolahotang atau Sitappulak. Sebutan ini berkaitan dengan keturunan melalui Raja Marburak dan Pangahut, yang membawa mereka ke dusun Sitappulak di Balige.

Marga dan sebutan ini digunakan untuk menunjukkan hubungan kekerabatan dan pengaruh wilayah tempat mereka tinggal, meskipun bukan hanya keturunan Raja ni Apul yang bermukim di sana. Anak dan cucu Ulubalang Hobol juga menggunakan sebutan ini, yang semakin memperkaya variasi marga dalam masyarakat Batak. Beberapa keturunan juga menggunakan sebutan Sitadduk yang diperkenalkan oleh Oppu Ijolo Tappukbolon untuk menghormati keturunan Raja ni Apul.

Tampubolon Sibulele dan Lumbanatas
Tampubolon Sibulele dan Lumbanatas<br>Keturunan Raja Siboro menggunakan sebutan Sibulele dan Lumbanatas, yang berasal dari dusun-dusun di sekitar Balige. Marga ini mencerminkan hubungan keturunan dengan wilayah tertentu di Balige, dengan sebagian keturunan Raja Martakhuluk yang banyak membuka pemukiman di sekitar Tanggabatu.<br>Source: ebatak.com<br>Author: Regina

Keturunan Raja Siboro menggunakan sebutan Sibulele dan Lumbanatas, yang berasal dari dusun-dusun di sekitar Balige. Marga ini mencerminkan hubungan keturunan dengan wilayah tertentu di Balige, dengan sebagian keturunan Raja Martakhuluk yang banyak membuka pemukiman di sekitar Tanggabatu.

Dalam komunitas Batak, penggunaan marga Tampubolon Sibulele tetap terjaga, menunjukkan adanya ikatan yang kuat dengan sejarah dan tempat tinggal leluhur mereka. Sebagai bagian dari Tarombo Digital Ebatak, keturunan ini tetap disebut dengan sebutan tersebut meskipun mereka telah menyebar ke berbagai daerah lainnya.

Rabu, 14 Oktober 2009, 07:55 | Rabu, 19 Maret 2025, 23:51 | oleh Regina

Adat Batak